tujuh puluh persen masih meyakini analogi kucing dan ikan asin
Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan Subkomisi Pendidikan Alimatul Qibtiyah mengatakan, penyebab kekerasan termasuk kekerasan seksual diawali dari cara seseorang berpikir atau melihat orang lain.

"Penyebab kekerasan diawali dengan cara berpikir, kemudian membiarkan terjadinya kekerasan," kata Alimatul dalam Seminar HUT Korpri ke-51 yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.

Dalam hal kekerasan seksual, ia mengatakan hal itu terjadi karena beberapa orang berpikir bahwa laki-laki memang harus dilayani dan beranggapan bahwa sumber fitnah adalah harta, tahta, dan wanita,

Apalagi, kata dia, berdasarkan riset Infid, stereotipe terhadap gender perempuan semakin memperlemah posisi korban perempuan dan sering kali memicu terjadinya victim blaming.

Baca juga: Kemendikbudristek: Jangan sepelekan kasus kekerasan seksual
Baca juga: Komnas ungkap temuan kekerasan perempuan oleh aparat keamanan

Dari riset tersebut, 70 persen responden setuju bahwa perempuan diperkosa atau dilecehkan secara seksual karena gaya berpakaiannya yang terbuka.

"Tujuh puluh persen masih meyakini analogi kucing dan ikan asin, kucing mana yang tidak mau makan ketika ikan asinnya harum. Ini realitas masyarakat kita," ujar Alimatul.

Untuk itu, agar dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual, menurut Alimatul masyarakat harus mengubah struktur penyebab (redesigning) dan mental model (rethinking).

Redesigning, menurut dia, salah satunya dengan menerapkan kebijakan dan program pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) serta melakukan pemantauan dan take down pada narasi-narasi yang menoleransi kekerasan seksual.

Baca juga: Feminist dorong terciptanya ruang kerja bebas kekerasan seksual
Baca juga: DPRA minta Kemendagri percepat fasilitasi revisi qanun jinayat Aceh

Sedangkan rethinking, kata dia, di antaranya menanamkan pemahaman bahwa wanita juga memiliki martabat kemanusiaan.

"Memikirkan misalnya perempuan itu adalah sama-sama al-karomah al-insaniyah, sama-sama punya martabat kemanusiaan. Sumber fitnah itu bukan harta, tahta, wanita, tapi harta, tahta, asmara, dan quota, karena laki-laki juga bisa jadi sumber fitnah," ujar Alimatul.

"Kemudian tidak ada satupun ayat (mengatakan) kalau ada perempuan menggunakan baju provokatif maka lecehkanlah. Enggak ada. Dalam kitab suci, kalau terjadi seperti itu maka segera pulang ke rumah, tundukkan pandangan, atau berpuasalah. Sehingga sama sekali tidak dibolehkan penyalahan pada perempuan itu," katanya.

Baca juga: Komnas Perempuan terima 3.081 aduan kekerasan terhadap perempuan

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022