New York (ANTARA) - Dolar menguat terhadap yen, euro, dan pound pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), setelah data menunjukkan bahwa aktivitas industri jasa-jasa AS secara tak terduga meningkat pada November, mendorong spekulasi bahwa Federal Reserve dapat menaikkan suku bunga lebih dari yang diproyeksikan baru-baru ini.

Institute for Supply Management (ISM) mengatakan PMI non-manufaktur meningkat menjadi 56,5 bulan lalu dari 54,4 pada Oktober, menunjukkan bahwa sektor jasa-jasa, yang menyumbang lebih dari dua pertiga aktivitas ekonomi AS, tetap tangguh dalam menghadapi peningkatan suku bunga. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan PMI non-manufaktur turun menjadi 53,1.

Survei tersebut mengikuti data pekerjaan dan pertumbuhan upah yang lebih kuat dari perkiraan untuk November yang dirilis Jumat lalu (2/12/2022). Belanja konsumen juga meningkat pada Oktober.

Laporan positif telah meningkatkan optimisme bahwa ekonomi dapat menghindari resesi tahun depan, dengan pertumbuhan yang melambat tajam, sementara juga memicu spekulasi tentang seberapa tinggi suku bunga akan naik.

"Data PMI jasa-jasa ISM menyoroti ekonomi AS yang masih menunjukkan kekuatan, meskipun kondisi keuangan lebih ketat," kata Ekonom BMO Capital Markets, Priscilla Thiagamoorthy. "Sementara itu adalah kabar baik untuk prospek pertumbuhan, itu tidak terlalu baik bagi The Fed untuk mencoba meredam permintaan dan mengurangi inflasi."

Baca juga: Dolar AS jatuh, harapan pembukaan kembali China dorong sentimen risiko

Ketua Federal Reserve (Fed) Jerome Powell mengatakan pekan lalu bank sentral AS dapat mengurangi laju kenaikan suku bunga "segera setelah Desember."

Dolar naik 1,68 persen terhadap yen menjadi 136,615 yen, bangkit dari level terendah tiga setengah bulan Jumat (2/12/2022) di 133,62, sementara sterling, yang telah naik ke level tertinggi lebih dari lima bulan di 1,2345 dolar di perdagangan Asia pada Senin (5/12/2022), turun 0,94 persen pada 1,2178 dolar pada pukul 19.15 GMT.

Euro turun 0,42 persen menjadi 1,0494 dolar, setelah sebelumnya naik ke 1,0585 dolar, level tertinggi sejak 28 Juni.

Indeks dolar, yang melacak greenback terhadap enam mata uang utama lainnya naik 0,71 persen menjadi 105,2920, setelah jatuh 1,4 persen minggu lalu, dan 5,0 persen pada November, bulan terburuk sejak 2010.

Tapi sekarang spekulasi berkembang bahwa narasi 'perubahan arah' Fed telah berjalan dengan sendirinya.

Baca juga: Dolar AS tergelincir di tengah data pekerjaan

"Saya pikir masalah tentang 'inflasi puncak, suku bunga puncak, dolar puncak' - saya pikir - perlahan-lahan berubah menjadi 'persistensi inflasi, persistensi suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama," kata Ahli Strategi Valas Senior Rabobank, Jane Foley.

Posisi agregat dolar terhadap mata uang G10 kini netral, dan berada di level terendah sejak Agustus 2021, menurut perhitungan ING berdasarkan data CFTC.

ING juga percaya bahwa pelemahan dolar mungkin telah berjalan dengan sendirinya untuk saat ini, mengingat kemungkinan The Fed mempertahankan narasi hawkish-nya lebih lama, bahwa pelonggaran pembatasan COVID China terbukti rumit, dan harga minyak dan gas dapat naik lagi.

Faktor utama lainnya untuk pasar pada Senin (5/12/2022) adalah China, di mana beberapa kota telah melonggarkan pembatasan COVID mereka. Pesan resmi tentang betapa berbahayanya virus ini juga telah berubah menyusul protes baru-baru ini yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap strategi "dinamis nol-COVID" tanpa kompromi dari pemerintah.

Ini mendorong yuan China, dan dolar turun di bawah 7,0 yuan dalam perdagangan luar negeri untuk pertama kalinya sejak pertengahan September, dan terakhir di 6,9767.

Baca juga: Harga minyak jatuh di atas 3 persen, ikuti pasar saham AS yang rendah

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022