Jakarta (ANTARA News) – United States International Trade Commission (USITC) pada 2 Agustus 2012 mengeluarkan keputusan akhir penyelidikan sunset review yang mencabut pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Imbalan (BMI) terhadap produk Certain Lined Paper School Supplies (CLPSS) asal Indonesia.

Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Ernawati mengungkapkan alasan mengapa USITC pada akhirnya membebaskan produk CLPSS asal Indonesia dari BMAD dan BMI.

“Keputusan tersebut diambil karena USITC yakin jika BMAD dan BMI produk CLPSS asal Indonesia tidak akan menyebabkan kerugian material terhadap industri dalam negeri Amerika Serikat,” kata Ernawati.

Siaran pers Kementerian Perdagangan menyebutkan USITC memberikan hasil keputusan berbeda terhadap produk CLPSS sejenis dari China dan India.

Hasil keputusan USITC menyatakan bahwa produk CLPSS asal kedua negara tersebut akan tetap dikenakan BMAD dan BMI karena masih dianggap berpotensi menimbulkan kerugian material bagi industri dalam negeri AS.

Penyelidikan sunset review produk CLPSS tersebut dimulai pada tanggal 1 Agustus 2011 oleh United States Department of Commerce (USDOC).

Sementara itu penyelidikan dumping dan subsidi terhadap produk CLPSS asal Indonesia,India dan China telah dimulai sejak 7 Oktober 2005 oleh USDOC. Permohonan penyelidikan Anti Dumping (AD) dan Countervailing Duties (CVDs) ini diajukan oleh the Association of American School Paper Suppliers.

Adapun perusahaan Indonesia yang dituduh adalah Sinar Mas Group (Pabrik Tjiwi Kimia).

Setelah melakukan penyelidikan selama beberapa bulan, USDOC akhirnya mengeluarkan Preliminary Determination pada 7 Februari 2006 yang berisi pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) sebesar 97,85%, 118,63% kepada produk CLPSS asal ketiga negara tersebut.

“Saat itu kami melakukan berbagai upaya diantaranya melakukan koordinasi dengan berbagai instansi terkait seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, PT. Perusahaan Pengelola Aset (d/h BPPN), serta dunia usaha dalam menjawab kuesioner yang diberikan USDOC,” kata Ernawati.

Menurut dia, pemerintah Indonesia juga telah menyampaikan submisi kepada USDOC pada 24 Februari 2006 yang berisi sanggahan terhadap tuduhan subsidi AS tersebut dengan menjelaskan kebijakan Indonesia di bidang kehutan, keuangan dan investasi.

Namun berbagai upaya yang dilakukan pemerintah saat itu belum membuahkan hasil. Pada 25 September 2006, USITC mengeluarkan Final Determination yang mengenakan BMAD sebesar 97,85 - 118,63% dan BMI sebesar 40,55% kepada produk CLPSS milik Indonesia, China dan India.

Ernawati mengatakan bahwa bea masuk yang dikenakan sangat besar karena pihak AS menggunakan data dan informasi yang dimiliki oleh USDOC (Total Adverse Fact Available) sebagai dasar pengenaan tersebut.

Dengan pengenaan BMAD dan BMI tersebut produk CLPSS Indonesia sulit sekali memasuki pasar AS.

“Tapi kami terus berupaya melakukan pendekatan dengan pihak AS dan menunjukkan bukti-bukti tidak adanya praktik dumping dan subsidi yang dilakukan oleh pemerintah dan produsen CLPSS Indonesia, hingga pada akhirnya pihak USDOC melihat bahwa produk CLPSS Indonesia tidak mengancam kelangsungan industri dalam negeri AS,” ujar Ernawati.

Dengan berakhirnya pengenaan BMAD dan BMI terhadap produk CLPSS Indonesia, maka ekspor produk CLPSS Indonesia ke AS yang selama 5 tahun terakhir terganggu dapat ditingkatkan kembali.

Berdasarkan data USITC, ekspor produk CLPSS Indonesia ke AS pada 2003 mencapai USD 91,3 juta. Kemudian nilainya menurun pada 2004 menjadi USD 79,9 juta dan naik kembali pada 2005 hingga mencapai USD 98,5. Setelah pengenaan BMAD dan BMI pada 2006, ekspor produk CLPSS Indonesia ke AS sempat terhenti.

Baru pada tahun 2010 dan 2011, ekspor Indonesia mulai memasuki pasar AS kembali, namun dengan total nilai ekspor yang jauh lebih rendah, yaitu USD 16 ribu di tahun 2010 dan USD 58 ribu tahun 2011.

(ANTARA)

Pewarta: Aditia Maruli Radja
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2012