Pencegahan stunting penting untuk kemajuan sebuah negara.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan Jawa Barat menjadi provinsi berpengaruh pada percepatan penurunan stunting nasional.

"Jika stunting di Provinsi Jawa Barat pada tahun ini turun signifikan, hal tersebut juga akan memengaruhi turunnya angka prevalensi stunting nasional," ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (14/12).

Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, kata dia, angka prevalensi stunting di Jawa Barat sebanyak 24,5 persen.

Menurut dia, jumlah penduduk Jawa Barat mendekati angka 50 juta jiwa. Jawa Barat sebagai bandul secara nasional, kalau stuntingnya turun secara signifikan, secara nasional turun signifikan.

Hasto menilai Gubernur Jawa Barat berhasil menggerakkan lima pilar dan delapan aksi strategis percepatan penurunan stunting, salah satunya komitmen dan visi kepemimpinan nasional dan daerah dengan menggerakkan seluruh bupati dan wali kota dalam rangka percepatan penurunan stunting.

BKKBN mencatat secara statistik angka kelahiran di Jawa Barat setiap tahun sebanyak 880.000 jiwa dengan perbandingan 1.000 banding 16 kehamilan.

Dari 1.000 penduduk di Jawa Barat, kata dia, angka perempuan yang hamil adalah 16 orang. Ia lantas berharap angka kelahiran tersebut dapat ditekan menjadi 1.000 banding 12 kehamilan.

"Ini harapan saya supaya pertumbuhan penduduk seimbang dan kemudian sehat. Kalau penduduk satu juta mestinya tambahan yang hamil 16.000," ujarnya.

Baca juga: Kemenko PMK: Program Bapak Asuh berperan cegah stunting
Baca juga: BKKBN: Penanganan stunting dorong masyarakat ubah perilaku lebih baik


Ia melanjutkan, "Kalau penduduknya 50 juta, jadi yang hamil 800.000. Akan tetapi, ketika total fertility rate (TFR) bisa dibuat 2,1, yang akan hamil 600.000 di Jabar, akan turun 200.000. Penurunan ini sangat signifikan."

Lebih lanjut Hasto memberikan strategi agar bisa mencegah bayi baru lahir mengalami stunting di Jawa Barat, yakni mewajibkan pasangan untuk memeriksakan kesehatannya 3 bulan sebelum menikah, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin (HB) tidak kurang dari 12 dan lingkar lengan atas tidak kurang dari 23,5 sentimeter melalui aplikasi Elektronik Siap Nikah Siap Hamil atau Elsimil.

Ia memprediksi Jawa Barat akan lebih dahulu mendapatkan bonus demografi. Sementara itu, perbandingan dependency ratio atau rasio ketergantungan Jabar akan jauh lebih panjang daripada DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Hal itu, menurut dia, menjadi keuntungan bagi Jabar asal dapat memanfaatkannya dengan baik untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul pada masa depan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sepakat bahwa stunting di Jabar harus turun agar Indonesia dapat menciptakan lebih banyak lagi sumber daya manusia yang unggul.

Ia menyebut efek dari stunting adalah rendahnya intelektualitas seseorang sehingga sulit bersaing di dunia kerja. Sementara itu, pendapatan per kapita Indonesia saat ini masih tergolong rendah berkisar 4.349 dolar AS, jauh tertinggal dengan Singapura yang saat ini pendapatan per kapitanya 59.790 dolar AS atau setara Rp800 juta.

"Stunting penting untuk kemajuan sebuah negara. Bayangkan kalau Indonesia pendapatan per kapitanya naik, Indonesia dengan jumlah penduduk saat ini bisa menempati empat ekonomi besar dunia saat bonus demografi," ungkapnya.

Budi pun menekankan pentingnya pencegahan stunting dari hulu melalui pasangan yang akan menikah sebab pencegahan dari hulu lebih baik ketimbang melakukan intervensi kepada anak yang telah terlahir stunting.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan bahwa pihaknya berusaha keras untuk menurunkan angka stunting dengan melakukan kerja tim bersama bupati dan wali kota di seluruh Jabar dengan menggelar pertemuan setiap 3 bulan sekali.

Untuk menghadapi bonus demografi, dia menyebutkan ada dua hal yang harus dipersiapkan berupa memahami ekonomi digital dan menciptakan sumber daya manusia yang unggul bebas stunting.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022