Tokyo (ANTARA) - Saham-saham Asia merosot pada awal perdagangan Kamis, mengikuti penurunan di Wall Street, setelah Federal Reserve AS memproyeksikan suku bunga yang lebih tinggi untuk periode yang lebih lama.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS tetap tertekan dan kurva sangat terbalik karena para pedagang terus khawatir bahwa kebijakan yang lebih ketat akan memicu resesi. Dolar AS merana di dekat level terendah enam bulan terhadap mata uang utama lainnya.

Namun, minyak mentah terus menguat setelah memantul dari level terendah hampir satu tahun minggu lalu, dengan OPEC dan IEA memperkirakan pemulihan permintaan tahun depan karena ekonomi China dibuka kembali.

Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik merosot 0,91 persen, setelah naik setinggi 160,37 di sesi sebelumnya untuk pertama kalinya sejak akhir Agustus. Indeks Nikkei Jepang turun 0,17 persen, indeks KOSPI Korea Selatan melemah 0,92 persen dan indeks acuan saham Australia tergelincir 0,4 persen.

Sementara itu, Indeks Hang Seng Hong Kong merosot 1,71 persen dan saham unggulan China daratan CSI 300 terpuruk 0,51 persen. Semalam, indeks S&P 500 AS kehilangan 0,61 persen, meskipun e-Mini berjangka menunjukkan sedikit kenaikan 0,06 persen untuk pembukaan kembali pada Kamis.

Baca juga: Saham Asia ditutup naik setelah inflasi AS mendingin tapi waspadai Fed

Ketua Fed Jerome Powell mengatakan pada Rabu (14/12/2022) bahwa bank sentral akan memberikan lebih banyak kenaikan suku bunga tahun depan bahkan ketika ekonomi tergelincir ke arah kemungkinan resesi, dengan alasan bahwa biaya yang lebih tinggi akan dibayar jika bank sentral AS tidak menguasai inflasi dengan lebih kuat.

Komentar tersebut mengikuti keputusan Fed untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar setengah poin persentase seperti yang diharapkan - turun dari kenaikan 75 basis poin baru-baru ini - tetapi memproyeksikan suku bunga terminal di atas 5,0 persen, tingkat yang tidak terlihat sejak penurunan ekonomi yang tajam pada 2007.

"Ini adalah sinyal yang sangat hawkish dari Fed: suku bunga terminal yang jauh lebih tinggi daripada di September yang juga memiliki risiko kenaikan nyata yang melekat padanya," tulis analis TD Securities dalam catatan klien.

"The Fed pada dasarnya mengakui pada pertemuan ini bahwa inflasi kemungkinan akan tetap lebih kuat dari perkiraan semula, memerlukan sikap kebijakan yang lebih ketat, yang pada akhirnya akan mendorong ekonomi AS ke dalam resesi pada tahun 2023," tambah mereka.

"Pelemahan aset berisiko dan perataan kurva menunjukkan bahwa ketakutan resesi mungkin menjadi pendorong dominan aksi harga pasar."

Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun turun kembali di bawah 3,5 persen di perdagangan Tokyo, dengan imbal hasil dua tahun juga sedikit lebih rendah hingga di bawah 4,24 persen.

Selisih keduanya juga melebar tipis menjadi negatif 74,3 basis poin. Kurva imbal hasil terbalik telah menjadi indikator resesi yang andal di masa lalu.

Indeks dolar - yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, termasuk euro dan sterling - bertahan di dekat level terendah semalam di 103,44, level yang tidak terlihat sejak 16 Juni. Terakhir berdiri 0,09 persen lebih kuat di 103,75.

Baca juga: Saham Asia dibuka menguat terbantu data inflasi AS, tapi waspadai Fed

Euro melemah 0,15 persen menjadi 1,0664 dolar, tetapi masih mendekati puncak lebih dari enam bulan pada Rabu (14/12/2022) di 1,0695 dolar. Sterling turun 0,19 persen menjadi 1,2405 dolar, tidak jauh dari puncak semalam di 1,2446 dolar, juga yang terkuat dalam waktu enam bulan.

Mata investor sekarang akan diarahkan pada keputusan kebijakan dari Bank Sentral Eropa dan Bank Sentral Inggris pada Kamis, karena para pejabat di sana juga bersiap untuk menaikkan suku bunga lagi melawan meningkatnya risiko resesi.

Pedagang minyak mentah mengambil pandangan yang lebih optimis tentang ekonomi global, didukung oleh proyeksi dari OPEC dan Badan Energi Internasional.

OPEC memperkirakan permintaan minyak akan tumbuh sebesar 2,25 juta barel per hari selama tahun depan menjadi 101,8 juta barel per hari. IEA menaikkan estimasi pertumbuhan permintaan minyak pada 2023 menjadi 1,7 juta barel per hari dengan total 101,6 juta barel per hari.

Minyak mentah Brent berjangka naik satu sen menjadi diperdagangkan di 82,71 dolar AS per barel, setelah menutup sesi Rabu (14/12/2022) naik 2,02 dolar AS. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 4 sen menjadi 77,24 dolar AS per barel, menyusul kenaikan 1,94 dolar AS pada sesi sebelumnya.

Baca juga: Minyak berubah tipis di tengah harapan permintaan, kenaikan suku bunga

Baca juga: Minyak naik dua dolar di tengah perkiraan kenaikan permintaan 2023

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022