Lima (ANTARA) - Menteri Pendidikan Patricia Correa dan Menteri Pendidikan Jair Perez pada Jumat (16/12) mengundurkan diri dari Kabinet Peru setelah serentetan demonstrasi berujung pada peristiwa maut.

Tragedi tersebut mengguncang Peru sejak mantan Presiden Pedro Castillo dicopot dari jabatannya dan ditahan pekan lalu.

Correa dan Perez mengumumkan pengunduran diri mereka melalui Twitter dan dalam unggahan tersebut menyebut kematian orang-orang dalam kerusuhan.

"Pagi ini saya menyerahkan surat pengunduran diri sebagai menteri pendidikan. Kematian teman-teman sebangsa itu tidak bisa diterima. Negara tidak boleh bertindak keterlaluan dan menyebabkan orang kehilangan nyawa," kata Correa di akunnya.

Pencopotan Castillo sebagai presiden memicu kemarahan melalui aksi-aksi protes.

Para pengunjuk rasa meminta agar pemilu diselenggarakan lebih cepat.

Mereka juga menuntut agar kongres ditutup dan presiden baru Dina Boluarte mundur.

Rangkaian protes berlanjut pada Jumat, ketika jalan-jalan utama diblokade dan bandara-bandara ditutup.

Sejauh ini, sedikitnya 17 orang telah tewas dalam serangkaian demonstrasi, menurut pihak berwenang.

Selain itu, setidaknya lima orang ditahan terkait aksi protes.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat menyatakan "sangat prihatin" mendengar laporan soal korban jiwa dan penahanan terhadap orang-orang di bawah umur.

Pemerintah Peru mengatakan Menteri Luar Negeri Ana Cecilia Gervasi akan bertemu dengan Komisi Tinggi PBB pada Selasa (20/12) untuk membahas situasi tersebut.

Pada Kamis (15/12), delapan orang tewas dalam bentrokan antara pasukan keamanan dan para pengunjuk rasa di Ayachucho, menurut otoritas setempat.

Peristiwa maut itu terjadi setelah panel Mahkamah Agung Peru memerintahkan penahanan praperadilan selama 18 bulan terhadap Castillo, yang sedang diselidiki atas tuduhan "pemberontakan dan persekongkolan."

Castillo membantah bersalah. Ia mengatakan dirinya masih merupakan presiden yang sah di Peru.

Peru selama bertahun-tahun didera kekacauan politik.

Beberapa pemimpin negara tersebut dituduh melakukan korupsi. Selain itu, ada beberapa kali upaya untuk memakzulkan mereka. Ada juga pemimpin yang masa jabatannya dipersingkat.

Pengunduran diri menteri-menteri kabinet memunculkan pertanyaan apakah pemerintahan Boluarte akan berumur panjang.

Boluarte, yang sebelumnya menjabat wakil presiden, diambil sumpahnya sebagai Presiden Peru pada 7 Desember setelah Castillo dicopot dari posisi itu.

Castillo terdepak melalui hasil pemungutan suara di kongres, beberapa jam setelah ia berusaha membubarkannya.

Kongres Peru pada Jumat menolak usulan soal reformasi konstitusional, yang merupakan salah satu tuntutan utama para pengunjuk rasa.

Reformasi konstitusional itu sebelumnya diharapkan bisa membuat pemilihan presiden terselenggara pada Desember 2023.

Pemerintah Boluarte pada Rabu (14/12) mengumumkan keadaan darurat dan memberi wewenang khusus kepada kepolisian serta membatasi kebebasan, termasuk untuk berkumpul.

Namun, langkah itu tampaknya tidak terlalu berhasil dalam membendung rangkaian unjuk rasa.

Sumber: Reuters

Baca juga: Situasi memanas, Presiden baru Peru berencana gelar pemilu dini
Baca juga: Dua orang tewas, empat cedera dalam protes tuntut pemilu di Peru
Baca juga: Dina Boluarte dilantik sebagai Presiden Peru

Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022