Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengingatkan bahwa bayi yang lahir baik dalam keadaan prematur maupun Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) berisiko lebih tinggi untuk terkena stunting.
 

"Bayi dengan prematuritas, BBLR ini punya risiko stunting. Bayi tersebut kesulitan makan sehingga berat badannya ini tidak bertambah dengan usianya,” kata Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN Irma Ardiana dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
 

Irma menyatakan risiko itu berpotensi meningkat karena beberapa organ terutama paru-paru beserta organ dalam lainnya kurang berkembang sehingga ada gangguan masalah pernapasan dan juga pencernaan.
 

Pada indikator iBangga (Indeks Pembangunan Keluarga) ada 17 indikator yang terbagi menjadi tiga dimensi, dimana isu tentang pengasuhan menjadi sangat penting yang dilakukan bersama oleh ayah, ibu, bisa juga di lakukan oleh wali asuh.
 

Berdasarkan data PK-21, keluarga Indonesia masih masuk dalam kategori berkembang atau belum tangguh. BKKBN sendiri terus berupaya membekali keluarga Indonesia dengan pengetahuan, termasuk di antaranya adalah pengasuhan khususnya BBLR dan juga bayi prematur.

Baca juga: BKKBN: Bayi prematur jadi tantangan stunting secara nasional

Baca juga: BKKBN: Bayi dengan berat badan rendah meningkat akibat minim edukasi

 

“Saya ingatkan ini ternyata sangat berkaitan erat dengan tugas yang di ampu oleh rekan Tim Pendamping Keluarga (TPK) ketika harus mendampingi keluarga berisiko stunting,” ucap Irma.
 

Anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Fitri Hartanto, Sp.A (K) menambahkan kedua kondisi itu bukan hanya menempatkan anak pada masalah stunting saja, tetapi juga masalah pada perkembangan otak dan motorsensorik anak.
 

Sebab dalam 1.000 HPK perkembangan otak cukup cepat dan terdapat organ-organ yang sensitif yakni pendengaran, penglihatan, dan perasaan yang harus diselamatkan dari berbagai risiko perburukan.
 

Ia meminta orangtua untuk memberikan pola asuh yang positif terhadap anak-anak berisiko stunting tersebut, melalui penguatan aspek atau faktor protektifnya sehingga bayi tidak akan berakhir dengan gangguan pertumbuhan maupun gangguan perkembangan, termasuk di dalamnya adalah stunting.

Baca juga: BKKBN: 400 ribu bayi stunting lahir di Indonesia setiap tahun

Baca juga: Kelahiran bayi stunting baru berdampak pada 20 tahun kemudian

 

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022