Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan barang bukti dan dua tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 Tahap 1 Tahun 2015 di Kabupaten Mimika ke penuntutan agar dapat segera disidangkan.

Dua tersangka, yakni Bupati Mimika nonaktif Eltinus Omaleng (EO) dan Kepala Bagian Kesra Setda Kabupaten Mimika/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Marthen Sawy (MS).

"Hari ini, telah selesai dilaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti dari tim penyidik kepada tim jaksa dengan tersangka EO dan tersangka MS," ucap Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Kamis.

Ia mengatakan dari hasil penelitian tim jaksa, seluruh isi berkas perkara dua tersangka itu telah memenuhi syarat formil dan materiil sehingga dinyatakan lengkap dan siap untuk diuji di persidangan.

Selain itu, dua tersangka tersebut masih dilakukan penahanan lanjutan selama 20 hari, terhitung mulai 29 Desember 2022 sampai dengan 17 Januari 2023. Saat ini, tersangka EO ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur Jakarta dan tersangka MS ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur.

"Dalam waktu 14 hari kerja, pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan ke pengadilan tipikor oleh tim jaksa segera dilakukan," ucap Ali.

Selain EO dan MS, KPK menetapkan satu tersangka lainnya, yaitu pihak swasta/Direktur PT Waringin Megah (WM) Teguh Anggara (TA).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa sekitar tahun 2013, EO yang berprofesi sebagai kontraktor sekaligus Komisaris PT Nemang Kawi Jaya (NKJ) berkeinginan membangun tempat ibadah berupa Gereja Kingmi Mile 32 dengan nilai Rp126 miliar.

Setelah itu, pada tahun 2014, EO terpilih menjadi Bupati Kabupaten Mimika periode 2014-2019 dan dia kemudian mengeluarkan salah satu kebijakan pemerintah, yaitu menganggarkan dana hibah pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke Yayasan Waartsing.

Kemudian, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Mimika, sebagaimana perintah EO, memasukkan anggaran hibah dan pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 sebesar Rp65 miliar ke anggaran Pemkab Mimika pada tahun 2014.

Baca juga: KPK panggil anggota DPRD terkait kasus Gereja Kingmi Mile Mimika
Baca juga: KPK panggil tiga saksi terkait kasus Bupati Mimika nonaktif


EO yang saat itu masih menjadi Komisaris PT NKJ lalu membangun dan menyiapkan alat produksi beton yang berada tepat di depan lokasi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32. Hal itu berlanjut pada tahun 2015.

Untuk mempercepat pembangunan gereja itu, EO menawarkan proyek ini kepada TA dengan adanya kesepakatan pembagian "fee" 10 persen dari nilai proyek di mana EO mendapat 7 persen dan TA 3 persen.

Selain itu agar proses lelang dapat dikondisikan, EO sengaja mengangkat tersangka MS sebagai pejabat pembuat komitmen. Padahal, MS tidak mempunyai kompetensi di bidang konstruksi bangunan. Dengan pengangkatan itu, MS diduga meminta "fee" dari sejumlah pihak yang terlibat dalam proyek ini.

Berikutnya, EO memerintahkan MS untuk memenangkan TA sebagai pemenang proyek walaupun kegiatan lelang belum diumumkan. Setelah proses lelang dikondisikan, MS dan TA melaksanakan penandatangan kontrak pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 dengan nilai kontrak Rp46 miliar.

Untuk pelaksanaan pekerjaan, TA mensubkontrakkan seluruh pekerjaan pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke beberapa perusahaan. Salah satunya adalah PT Kuala Persada Papua Nusantara (KPPN) tanpa adanya perjanjian kontrak dengan Pemkab Mimika, namun diketahui oleh EO.

PT KPPN selanjutnya menggunakan dan menyewa peralatan PT NKJ dengan EO yang masih menjabat sebagai komisaris PT NKJ.

Dalam perjalanannya, perkembangan pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tidak sesuai dengan jangka waktu penyelesaian sebagaimana kontrak, termasuk adanya kurang volume pekerjaan, padahal pembayaran pekerjaan telah dilakukan.

Akibat perbuatan para tersangka, timbul kerugian keuangan negara sekitar Rp21,6 miliar dari nilai kontrak Rp46 miliar. Dari proyek itu, EO diduga turut menerima uang sekitar Rp4,4 miliar.

Tiga tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022