Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyoroti perlunya alternatif pendanaan yang inovatif dan berkelanjutan untuk mendukung pengelolaan keanekaragaman hayati atau biodiversitas.

Dalam diskusi biodiversitas di Jakarta, Selasa, Perencana Ahli Madya Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas Erik Armundito menjelaskan bahwa kebutuhan investasi pembangunan rendah karbon mencapai sekitar Rp306 triliun, dengan 24 persen di antaranya pendanaan oleh pemerintah dan sisanya adalah proporsi oleh non-pemerintah.

Sementara itu, masih terdapat kesenjangan pembiayaan terkait investasi untuk pembangunan berketahanan iklim, dengan kebutuhan mencapai Rp111 triliun sampai Rp222 triliun per tahunnya. Data dari 2020 memperlihatkan bahwa pembiayaan dari pemerintah terkait hal itu baru mencapai 9 persen, menyisakan kesenjangan 91 persen untuk pembiayaan.

"Untuk kebutuhan pengelolaan kehati, untuk tahun 2021, alokasi APBN untuk kehati hanya 0,81 persen dari total belanja kementerian/lembaga," kata Erik.

Kebutuhan pendanaan kehati, dihitung pada target nasional Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2015-2020, setidaknya membutuhkan Rp167 triliun.

"Sehingga diperlukan alternatif pendanaan yang inovatif dan berkelanjutan," katanya.

Pendanaan dari sektor swasta kemudian menjadi salah satu faktor penting untuk mendukung pengelolaan kehati bersama juga dengan kelompok masyarakat dan pemangku kepentingan lain.

Pendanaan inovatif juga dilakukan pemerintah untuk mendukung pengelolaan keanekaragaman hayati termasuk transfer fiskal berbasis ekologi (ecological fiscal transfer/EFT).

Praktik saat ini masih berada di tingkat transfer pemerintah pusat ke daerah berdasarkan pertimbangan geografis, demografi dan kriteria lain. Belum memasukkan aspek ekologis. Terdapat pula dana alokasi khusus untuk tujuan lingkungan yang masih digunakan khusus untuk kegiatan reboisasi.

"Sehingga EFT ini dapat dikembangkan dengan menggunakan kriteria tersebut. Transfer berbasis kinerja daerah juga belum ditetapkan sehingga ini menjadi peluang untuk implementasi EFT berdasarkan berbasis kinerja," demikian Erik Armundito.


Baca juga: Kepala Bappenas sebut SDI jadi "marketplace" data
Baca juga: Bakamla-Bappenas luncurkan Indeks Keamanan Laut Indonesia

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023