Jakarta (ANTARA) - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) segera mengundang sejumlah pejabat terkait untuk menindaklanjuti laporan dan rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat di Masa Lalu (PPHAM), kata Menko Polhukam Mahfud MD.

Laporan dan rekomendasi Tim PPHAM baru saja diserahkan kepada Presiden Jokowi, diwakili Mahfud, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Pengarah Tim PPHAM, di Istana Merdeka, di Jakarta, Rabu.

"Dalam waktu dekat Presiden akan mengundang menteri-menteri terkait. Menteri Sosial, Menteri PUPR, Menteri Keuangan, Panglima TNI, Kapolri, Menteri Pendidikan dan lain-lain. Akan diundang untuk diberi tugas berdasar rekomendasi ini," kata Mahfud kepada awak media selepas pertemuan.

Baca juga: Mahfud tepis tudingan Tim PPHAM upaya hidupkan kembali komunisme

Mahfud mencontohkan salah satu yang perlu ditindaklanjuti adalah rekomendasi untuk rekomendasi fisik berdasarkan temuan Tim PPHAM di beberapa tempat, meski ia tak menjelaskan lebih lanjut.

"Kemudian ada orang yang masih didiskriminasi dalam kehidupan sehari-hari," katanya.

Lebih lanjut, Mahfud menegaskan agar khalayak tidak lagi menuduh bahwa kerja Tim PPHAM sebagai upaya untuk mengerdilkan umat Islam atau menghidupkan kembali komunisme.

"Justru ini yang direkomendasikan sekurang-kurangnya ada empat yang basisnya itu Islam," kata Mahfud.

Mahfud mencontohkan bahwa tiga dari 12 peristiwa yang diakui pemerintah Indonesia sebagai pelanggaran HAM berat terjadi di Aceh, sehingga tidak masuk akal untuk menyebut kerja Tim PPHAM untuk mendiskreditkan umat Islam.

"Kemudian (peristiwa pembunuhan) dukun santet, itu ulama semua 142 jadi korban dan keluarganya ya sampai sekarang masih menderita sehingga kita harus turun tangan ya kan," katanya.

Baca juga: Menkopolhukam: Tim PPHAM tidak anulir penyelesaian yudisial masa lalu

Di sisi lain, untuk peninjauan Tim PPHAM terhadap Peristiwa 1965-1966 yang kerap dijadikan argumen tuduhan upaya menghidupkan kembali komunisme, Mahfud menegaskan bahwa korban yang menerima rehabilitasi hak-hak tidak hanya PKI, tetapi juga umat Islam dan tentara.

"Ada yang PKI, ada yang umat, ada yang tentara juga. Semuanya itu akan diberi santunan, rehabilitasi. Nah, sementara masalah yuridisnya itu (tetap) jalan, sesuai dengan ketentuan undang-undang," ujarnya.

Sebelumnya, selepas serah terima laporan Tim PPHAM, Presiden Jokowi menyatakan pemerintah Indonesia mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa di masa lalu dan menegaskan penyesalan mendalam atas peristiwa-peristiwa tersebut.

"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai di berbagai peristiwa. " kata Jokowi.

Ke-12 peristiwa tersebut adalah Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, Peristiwa Penghilang Orang Secara Paksa 1997-1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.

Kemudian Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, Peristiwa Wasior Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.

Presiden menyampaikan simpati dan empati mendalam kepada para korban dan keluarga korban ke-12 peristiwa tersebut sembari menegaskan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial serta berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran HAM berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang.

Baca juga: Pemerintah Indonesia akui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu

Baca juga: Mahfud: Koalisi Masyarakat Sipil tak paham soal pelanggaran HAM berat

Baca juga: Mahfud terima rekomendasi pelanggaran HAM berat dari tim PPHAM

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023