Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Mukhammad Faisol Amir mengatakan pemerintah perlu menyasar solusi jangka panjang yang lebih efektif untuk mengatasi tingginya harga pangan.

“Memitigasi tingginya harga pangan dengan subsidi logistik tidak bisa dilakukan secara terus menerus," ucap Faisol dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, kebijakan subsidi logistik untuk transportasi pangan merupakan kebijakan jangka pendek dan tidak menyelesaikan persoalan tingginya harga pangan.

Kebijakan pemerintah dengan memberikan subsidi logistik pangan dapat membantu untuk mengurangi beban kenaikan harga pangan pada level konsumen, sehingga harga akan cenderung stabil. Namun perlu diingat bahwa kebijakan ini hanya dapat dilakukan dalam jangka pendek, mengingat masih banyak pekerjaan rumah dalam persoalan logistik di Indonesia.

Kebijakan subsidi logistik juga tidak bisa dilakukan terus-menerus, lantaran selain membebani anggaran pemerintah, terlebih Kementerian Perdagangan menginstruksikan kontribusi pemerintah daerah dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar 2 persen, akan menimbulkan masalah lain.

Misalnya, daerah-daerah dengan APBD kecil akan cenderung memilih menyuplai bahan makanan dengan ongkos logistik yang lebih murah. Konsekuensinya, diversifikasi pangan akan sulit dicapai dan hal ini dapat memicu kelangkaan pada komoditas-komoditas tertentu di daerah-daerah yang tidak menjadi sentra produksi.

Padahal, lanjut Faisol, diversifikasi pangan memungkinkan konsumen mengakses berbagai komoditas pangan dan hal ini diharapkan turut serta dalam memperbaiki status gizi konsumen dalam jangka panjang.

Struktur harga pangan di Indonesia dipengaruhi oleh biaya logistik yang masih cukup besar. Tercatat, biaya logistik pangan di Indonesia menyumbang hingga 41 persen dari total harga pangan di level konsumen, terutama untuk bahan makanan impor, sehingga tentunya menjadi kendala aksesibilitas bagi masyarakat terhadap makanan yang terjangkau dan berkualitas.

Ia menyebutkan pembangunan infrastruktur yang menghubungkan daerah-daerah di Indonesia merupakan sebuah solusi jangka panjang yang dapat berkontribusi untuk mengurangi biaya logistik. Pembangunan infrastruktur di Indonesia idealnya berangkat dari tujuan untuk menghubungkan daerah-daerah dan mendukung kegiatan ekonomi.

Selain tantangan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, risiko cuaca ekstrim juga turut menghambat distribusi pangan, sehingga harga pangan dapat meningkat tajam, terutama di daerah-daerah yang tidak terkoneksi jalur transportasi darat dengan pusat-pusat produksi.

Maka dari itu, kata Faisol, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah dalam kapasitasnya sebagai regulator, investor infrastruktur, dan pembuat kebijakan. Pertama, dengan menyediakan infrastruktur yang meningkatkan konektivitas antar daerah di Indonesia yang dilakukan dalam jangka panjang sehingga dapat menciptakan rantai pasok berdaya tahan.

Kedua, yakni dengan mendorong investasi dalam pengelolaan pelabuhan yang modern untuk membuat biaya logistik menjadi efisien. Pembangunan infrastruktur juga akan meningkatkan daya tarik investasi pada sektor pertanian.

Dengan demikian, memperbaiki dan menyediakan infrastruktur yang memadai, termasuk jalan raya, pelabuhan, dan akses listrik di luar Pulau Jawa dalam jangka panjang, dapat memunculkan peluang investasi, baik pada sektor pertanian maupun sektor strategis lainnya.

Baca juga: FAO: Harga pangan global melonjak 14,3 persen pada 2022

Baca juga: Realisasi tanam padi ID Food seluas 74.729 hektare pada 2022

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023