Manado (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengemukakan dari hasil monitoring jumlah gempa susulan sampai pukul 17:50 WITA tercatat sebanyak 19 kali kejadian setelah gempa tektonik berkekuatan magnitudo 7,0 mengguncang laut Maluku sekitar pukul 13:06:14 WIB.

"Semua gempa susulan tersebut tidak dirasakan," kata Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Stasiun Geofisika Manado Edward Henrry Mengko di Manado, Rabu.

Edward menjelaskan gempa terjadi karena ada batuan yang patah di lokasi pusat gempa. Patahnya batuan ini karena ada energi yang terakumulasi akibat pergeseran lempengan.

Baca juga: BMKG: Gempa Melonguane akibat deformasi batuan lempeng Laut Maluku

Titik pertemuan antara lempeng yang bergerak dan lempeng diam, lama kelamaan akan terjadi penumpukan energi dan menyebabkan ada batuan yang pecah atau patah.

"Kenapa harus ada gempa susulan setelah gempa besar, karena untuk batuan di sekitar mencapai kestabilan agar tidak patah lagi," ujarnya.

Apabila mencapai kestabilan, aktivitas gempa susulan akan berhenti.

"Stabil bukan berarti tidak ada gempa lagi, karena itu daerah pertemuan lempeng suatu saat apabila energi terkumpul dan ketika bergerak terus akan terlepas lagi," ujarnya.

Pukul 13:06:14 WIB wilayah laut Maluku diguncang gempa tektonik, hasil analisis BMKG menunjukkan gempa bumi ini memiliki parameter update dengan magnitudo 7,0.

Baca juga: Gempa Magnitudo 7,0 di Laut Maluku diikuti 10 kali susulan

Baca juga: Gempa magnitudo 7,1 di Laut Maluku tidak berpotensi tsunami


Episenter gempa terletak pada koordinat 2,80° LU, 127,03° BT atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 124 kilometer arah Selatan Melonguane pada kedalaman 71 kilometer.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), menyebutkan gempa tektonik magnitudo 7,0 (setelah diupdate) yang terjadi di selatan Melonguane, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara akibat deformasi batuan dalam lempeng Laut Maluku.

Pewarta: Karel Alexander Polakitan
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023