Perlu ditegaskan Presiden merupakan suatu nama jabatan, dan tidak termasuk sebagai orang
Jakarta (ANTARA) - Pemohon perkara Nomor 7/PUU-XXI/2023 melalui kuasa hukumnya Zico Leonard Djagardo menjelaskan alasan mengajukan gugatan pasal yang mengatur tentang penghinaan Presiden ke Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

"Apakah perlu pengaturan khusus bagi penghinaan Presiden atau lembaga negara? Pemohon berpandangan frasa setiap orang yang termaktub dalam Pasal 3 Ayat (2) UU HAM bermakna perlakuan hukum yang adil dan perlakuan hukum yang sama berlaku bagi siapa saja," kata kuasa hukum pemohon Zico Leonard Djagardo di Jakarta, Selasa.

Pasal tersebut, lanjut Zico, termasuk juga tidak memberikan perlakuan istimewa maupun pengecualian bagi pemerintah dalam hal ini Presiden beserta lembaga negara.

Di hadapan majelis hakim yang dipimpin Suhartoyo, Zico menegaskan tujuan gugatan pasal tentang penghinaan Presiden bukan untuk mendukung masyarakat agar menghina pemerintah atau kepala negara.

Akan tetapi, permohonan pengujian Pasal 218 (Ayat) (1), Pasal 219, Pasal 240 Ayat (1), dan Pasal 241 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ditujukan supaya siapa saja yang melakukan penghinaan tidak ada pengkhususan.

"Sebab dalam KUHP itu sendiri sudah ada yakni pasal tentang penghinaan dan pencemaran nama baik," jelas dia.

Baca juga: Wamenkumham: Penyusunan RKUHP akomodasi masukan berbagai pihak

Baca juga: Wamenkumham sebut pasal penghinaan Presiden untuk menjaga marwah


Oleh karena itu, para pemohon berpandangan seharusnya KUHP yang baru tidak ada mengatur soal pengkhususan baik bagi lembaga negara maupun kepada kepala negara.

Dalam sidang itu, ia menjelaskan Presiden merupakan sebuah nama jabatan yang digunakan dalam memimpin sebuah organisasi, perusahaan hingga negara. Dalam konteks pasal a quo, frasa Presiden dimaksudkan nama jabatan yang diberikan kepada seseorang yang memimpin Indonesia.

"Perlu ditegaskan Presiden merupakan suatu nama jabatan, dan tidak termasuk sebagai orang," tegas dia.

Terakhir, kata dia, apabila seseorang memiliki suatu jabatan jangan ditempatkan setara dengan "orang" dengan meminta tidak boleh dihina. Sebab, jabatan tidak memiliki perasaan, sehingga tidak etis jika meminta untuk dipersamakan dengan
"orang".

Baca juga: Kemenkumham tegaskan perlu ada pasal penghinaan Presiden dalam RKUHP

"Jabatan dibuat karena adanya kontrak sosial yang dibuat antar-individu dengan seseorang yang memiliki jabatan," ucap dia.

Perkara Nomor 7/PUU-XXI/2023 diajukan oleh empat pemohon yaitu Fernando Manullang, Dina Listiorin, Eriko Fahri Ginting dan Sultan Fadillah Effendi.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023