Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) diperlukan untuk mendukung pembangunan "green industry" dan pertumbuhan ekonomi nasional.

"RUU EBET ini diperlukan sebagai regulasi yang komprehensif untuk menciptakan iklim pengembangan EBET yg berkelanjutan dan berkeadilan di samping capaian target NDC dan NZE, serta mendukung pembangunan 'green industry' dan pertumbuhan ekonomi nasional," kata Arifin saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI sebagaimana dipantau dari YouTube Komisi VII DPR RI, Selasa.

Ia mengatakan bahwa Indonesia telah memiliki komitmen dalam "Nationally Determined Contribution" (NDC) untuk mengurangi emisi sesuai dengan UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim.

Menurutnya, target penurunan dalam NDC tersebut telah ditingkatkan dari semula berjumlah 29 persen menjadi 32 persen pada tahun 2030 dengan kemampuan sendiri.

"Selain itu, Indonesia telah menyampaikan komitmennya untuk mencapai NZE (Net Zero Emission) di tahun 2060 atau lebih cepat di mana salah satu upaya mencapai target NDC dan NZE tersebut adalah meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan EBET yang potensinya sangat besar lebih dari 3.000 gigawatt," ujar Arifin.

Diharapkan, lanjut dia, setelah terbitnya RUU EBET dapat memberikan kepastian dan landasan hukum bagi pengembangan EBET dan pelaksanaan program pendukungnya.

Lalu, mengoptimalkan sumber daya EBET memperkuat kelembagaan dan tata kelola pengembangan EBET serta menciptakan iklim investasi yg kondusif bagi investor EBET.

"Kemudian peran penting dari RUU EBET antara lain memberikan kesempatan akses dan atau partisipasi kepada masyarakat, 'stakeholder' untuk penyediaan dan pemanfaatan EBET. Kedua, mempercepat pengembangan energi panas bumi, air, surya, angin, laut, dan bioenergi," ujar Arifin.

Kemudian, mendorong tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dengan mempertimbangkan ketersediaan/kemampuan dalam negeri belum cukup tersedia dan menjaga EBET tetap kompetitif.

Ia pun menjelaskan soal sistematika RUU EBET tersebut yang terdiri atas 14 bab, 62 pasal, dan 574 daftar inventarisasi masalah (DIM).

"Hasil pembahasan internal pemerintah terdapat 10 pasal tetap, 49 pasal diubah, 13 pasal penambahan baru, dan tiga pasal yang dihapus. Kemudian dari 49 pasal yang diubah, 23 pasal perubahan bersifat substantif dan 26 pasal perubahan tidak substantif,: kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan dari 574 DIM tersebut, sebanyak 192 DIM sudah disetujui.

"Sebagaimana kita ketahui RUU tentang EBET berjumlah 574 dan sebanyak 192 DIM tetap, berarti 192 DIM sudah disetujui. Sehubungan dengan hal tersebut pimpinan meminta persetujuan untuk DIM yang bersifat tetap menjadi keputusan dalam raker hari ini. Sedangkan DIM lainnya kami serahkan ke panja untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut," ujar Eddy.

Adapun tim panitia kerja (panja) tersebut terdiri atas perwakilan pemerintah, perwakilan Komisi VII DPR RI, dan perwakilan DPD RI.

"Demikian rapat kerja pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Energi Baru dan Terbarukan dan akan dilanjutkan pembahasan DIM RUU EBET dalam rapat panja pembahasan selanjutnya esok hari," kata Eddy.

Baca juga: Iress minta waspadai skema "power wheeling" masuk lagi dalam RUU EBET

Baca juga: DPR: Energi baru terbarukan penting bagi masa depan RI

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023