Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di bawah Keketuaan Indonesia pada tahun ini menghadapi tantangan utama yang tidak mudah, terutama dalam upaya mengakhiri krisis politik di Myanmar.

Hal tersebut disampaikan Dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Randy Nandyatama.

“Tantangannya belum ada itikad baik dari Myanmar untuk mengikuti mekanisme yang ada di ASEAN ... Jadi tujuan yang paling optimistis (dalam Keketuaan Indonesia) setahun ke depan adalah Myanmar mau menunjukkan niat baiknya,” tutur Randy saat dihubungi di Jakarta, Minggu.

Randy mengatakan sejak kudeta yang dilakukan oleh militer terhadap pemerintahan terpilih Myanmar pada Februari 2021, belum ada itikad baik dari junta untuk menaati Lima Poin Konsensus (5PC) yang disepakati dengan para pemimpin ASEAN pada April 2021 di Jakarta.

Keketuaan Brunei Darussalam pada 2021 dan Kamboja pada 2022 juga belum berhasil mendorong junta militer untuk melaksanakan satu pun Lima Poin Konsensus ASEAN.

Adapun Konsensus tersebut menyerukan penghentian kekerasan, dialog dengan semua pemangku kepentingan, menunjuk utusan khusus untuk memfasilitasi mediasi dan dialog, mengizinkan ASEAN untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Myanmar, serta mengizinkan utusan khusus ASEAN untuk berkunjung dan bertemu dengan seluruh pemangku kepentingan di Myanmar.

Baca juga: Menlu RI: ASEAN tetap mengacu pada konsensus untuk bantu Myanmar

Menurut Randy, penyelesaian isu Myanmar menjadi penting tidak hanya demi menjaga stabilitas dan kemakmuran di kawasan, tetapi juga memperkuat legitimasi dan fungsi ASEAN itu sendiri sebagai organisasi regional yang bisa berdialog dengan Myanmar.

“Jangan sampai ada keraguan terkait legitimasi ASEAN yang membuat banyak negara di luar sana bertanya-tanya, apakah ASEAN memang tidak bisa melakukan apa pun?” tutur dia.

Randy mengapresiasi langkah Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi yang membentuk kantor utusan khusus (office of the special envoy) guna memperkuat bantuan kemanusiaan serta membuka dialog.

Namun, dia juga mendorong Pemerintah RI untuk lebih memperkuat peran Sekretariat ASEAN atau meninjau ulang Piagam ASEAN dalam keketuaan Indonesia sepanjang 2023.

Beberapa mekanisme dalam Piagam ASEAN, menurut Randy, terlalu longgar sehingga sulit membuat negara-negara anggota untuk patuh terhadap prinsip-prinsip yang ada.

Baca juga: Yuyun: ASEAN harus lakukan semua cara desak junta Myanmar berdialog

Baca juga: Dirjen Kemlu: isu Myanmar mendesak untuk segera diselesaikan ASEAN

Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2023