Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito mengatakan pihaknya mendukung pengembangan produk biofarmasi atau obat farmasi yang dibuat dari sumber biologis yang diproduksi dalam negeri oleh industri farmasi dengan mempertimbangkan basis sains dan penelitian.

"Kami sangat mendukung untuk pengembangan produk-produk biopharmaceutical berbasiskan biologis karena efek samping yang lebih ringan," kata Penny yang hadir saat konferensi pers di pabrik PT Kalbe Farma, Cikarang, Senin.

Pada kesempatan tersebut, BPOM menerbitkan izin edar obat Rituxikal buatan PT Kalbio Global Medika yang telah melalui berbagai uji komparabilitas yang dibandingkan dengan rituximab inovator merek Mabthera. Obat tersebut bermanfaat untuk pengobatan kanker limfoma non-hodgkin (NHL) dan leukemia limfositik kronik.

Baca juga: KKP dorong penggunaan biota laut dalam industri biofarmasi

Penny mengatakan biasanya selama ini obat-obatan untuk kanker berbahan kimia yang memiliki efek samping. Dengan kehadiran produk biofarmasi, diharapkan dapat menjadi alternatif atau pilihan bagi tenaga medis.

Dengan dikeluarkannya izin edar Rituxikal yang dibuat di dalam negeri, Penny berharap hal tersebut menjadi inspirasi dan inovasi bagi industri farmasi dan biofarmasi lainnya. Dia juga berharap biofarmasi dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mengobati kanker jenis lain, tidak hanya kanker limfoma.

"Sehingga Insya Allah penyakit-penyakit kanker bisa kita tanggulangi sendiri dengan obat yang mudah-mudahan juga tidak terlalu mahal relatif lebih murah apabila diproduksi dalam negeri," kata dia.

Penny mengatakan kehadiran produk Rituxikal merupakan bentuk dari kolaborasi antara pemerintah dan industri farmasi untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

Produk obat yang diproduksi di dalam negeri juga dapat mendukung program pemerintah yang diamanahkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan serta Inpres Nomor 2 Tahun 2022 terkait dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).

"Jadi nanti dalam pembelian procurement dari pemerintah untuk produk-produk obat juga yang sudah masuk e-katalog diprioritaskan adalah yang TKDN-nya itu besar, yang porsi dalam negerinya," kata Penny.

"Saya kira produk-produk seperti ini (buatan dalam negeri) tentunya akan masuk dalam e-katalog dengan cepat, baik, dan juga akan diserap oleh pemerintah dalam hal ini," imbuh dia.

Baca juga: Vaksin COVID-19 ditargetkan tersedia sebelum akhir 2020

Baca juga: BPOM izinkan peredaran obat antibodi monoklonal produksi dalam negeri

Baca juga: Hutan harus bernilai tambah dan jadi biofarmasi

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023