Singapura (ANTARA) - Harga minyak turun di perdagangan Asia pada Selasa sore, karena ancaman kenaikan suku bunga lebih lanjut dan aliran minyak mentah Rusia yang melimpah melebihi ekspektasi pemulihan permintaan dari China.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret turun 25 sen, menjadi diperdagangkan di 84,65 dolar AS per barel pada pukul 07.15 GMT. Kontrak Maret berakhir pada Selasa dan kontrak April yang lebih banyak diperdagangkan turun 38 sen atau 0,45 persen, menjadi 84,12 dolar AS per barel.

Demikian juga, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS merosot 44 sen atau 0,56 persen, menjadi diperdagangkan di 77,46 dolar AS per barel.

"Pasar minyak menghadapi tekanan penurunan karena perdagangan risk-off menang menjelang pertemuan Fed, bersama dengan dolar AS yang menguat," kata analis CMC Markets, Tina Teng.

Prospek permintaan masih belum pasti karena ekspor Rusia tampaknya tidak terpengaruh oleh sanksi, meskipun China telah dibuka kembali, tambahnya.

Investor memperkirakan Federal Reserve AS akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Rabu (1/2/2023) dengan kenaikan setengah poin oleh Bank Sentral Inggris dan Bank Sentral Eropa pada hari berikutnya. Suku bunga yang lebih tinggi dapat memperlambat ekonomi global dan melemahkan permintaan minyak.

Pasar juga mengalihkan perhatiannya ke pertemuan virtual yang direncanakan pada 1 Februari pukul 11.00 GMT dari para menteri Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan lainnya termasuk Rusia, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+.

Panel diperkirakan akan merekomendasikan agar kebijakan produksi kelompok produsen minyak saat ini tidak berubah ketika bertemu minggu ini, lima delegasi OPEC+ mengatakan kepada Reuters pada Senin (30/1/2023).

OPEC+ sepakat pada Oktober untuk memangkas target produksinya sebesar 2 juta barel per hari (bph), sekitar 2,0 persen dari permintaan dunia, mulai November hingga akhir 2023.

Rusia terus memasok pasar global dengan minyaknya meskipun larangan Uni Eropa dan pembatasan harga G7 diberlakukan atas invasinya ke Ukraina, yang menekan harga.

Penurunan tertahan oleh tanda-tanda potensi permintaan sehat yang berasal dari China, menyusul pertumbuhan aktivitas ekonomi negara tersebut.

Indeks manajer pembelian (PMI) resmi China, yang mengukur aktivitas manufaktur, naik menjadi 50,1 pada Januari dari 47,0 pada Desember, Biro Statistik Nasional (NBS) mengatakan pada Selasa.

Dana Moneter Internasional (IMF) sedikit menaikkan prospek pertumbuhan global 2023 karena permintaan yang "sangat tangguh" di Amerika Serikat dan Eropa, pelonggaran biaya energi, dan pembukaan kembali ekonomi China setelah Beijing meninggalkan pembatasan COVID-19 yang ketat.

Baca juga: Dolar bersiap untuk penurunan bulanan ke-4, pertemuan Fed makin dekat
Baca juga: Emas jatuh 6,40 dolar, terseret oleh "greenback" yang lebih kuat
Baca juga: Wall St ditutup turun tertekan ekuitas "megacap" jelang pertemuan Fed

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023