Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq menilai pencegahan penyebaran paham yang berpotensi menimbulkan konflik sosial dan bertentangan nilai kebudayaan dan keragaman bangsa ini mutlak dilakukan.

"Kelompok takfiri itu memiliki karakteristik penting yaitu klaim kebenaran tunggal dan mudah mengkafirkan orang lain. Mereka jadi duri dan bencana bencana bagi kehidupan beragama," kata Maman Imanulhaq dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Dia menilai kelompok takfiri selalu mengkafirkan umat Muslim lainnya yang tidak sepaham dengan mereka. Paham itu menurut dia, sering digunakan kelompok radikalisme dan terorisme untuk menghalalkan aksi kekerasan dan teror.

Maman mengungkapkan bahwa kelompok tersebut mempunyai sejarah panjang dalam dunia Islam, bahkan saat Nabi Muhammad SAW masih hidup.

"Mereka mudah menuduh orang lain yang berbeda dengan tuduhan sesat, syirik bahkan kafir sehingga memunculkan banyak sekali tragedi-tragedi kemanusiaan, kekerasan dan bahkan pembunuhan. Mereka punya ciri a-historis, anti-dialog, dan menghalalkan kekerasan, itu yang jadi sumber konflik di mana-mana," ujarnya.

Dia mengaku ironis karena kelompok-kelompok tersebut sangat aktif melakukan propaganda di media sosial. Maman mencontohkan sejak era kelompok Al-Qaeda sampai ISIS, media sosial dijadikan arena penyebaran ideologi takfiri dan paham-paham kekerasan lainnya.

Karena itu dia menyarankan agar masyarakat tidak mudah percaya konten-konten yang bersumber dari media sosial atau internet, terutama yang menggunakan ayat-ayat Al Quran yang dipotong sepenggal-penggal.

"Lebih baik sebarkan konten-konten Islam ramah, damai, dan toleran saat beraktivitas di media sosial," tuturnya.

Dia menilai radikalisme bukan soal ajaran agama, tetapi pemahaman yang sempit, keliru, dan menyesatkan. Menurut dia, dari pemahaman yang sempit itu memunculkan radikalisme, bukan hanya di penganut agama Islam, tetapi juga penganut agama-agama lain.

Maman mencontohkan yang terjadi pada kasus seorang ustadz di Pamekasan, Jawa Timur, beberapa hari lalu yang memecah umat Islam melalui fitnah terhadap pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim As’yari terkait Maulid Nabi.

"Padahal, apa yang diucapkan ustadz tersebut tidak berdasar. Dan itu telah diakui saat ustadz tersebut kemudian meminta maaf," ujarnya.

Maman menegaskan bahwa Islam mempunyai arti keselamatan dan perdamaian. Menurut dia, nilai dan semangat Islam adalah perdamaian serta toleransi, bukan saling menjelekkan, apalagi memfitnah sesama Muslim.

“Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan. Dakwah Islam menyebarkan kasih sayang dan kebaikan serta rahmatan lil alamin,” katanya.

Dia menilai kelompok takfiri seperti khawarij dan wahabi "garis keras", tidak sesuai dengan kondisi Indonesia, karena Indonesia adalah tempat keragaman agama, keyakinan, tradisi dan budaya yang bisa tumbuh subur dengan sikap toleransi, ramah dan gotong royong.

Karena itu Maman menyarankan agar organisasi kemasyarakatan seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) perlu terus melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sikap moderasi beragama dan toleransi.

Menurut dia, moderasi beragama dan toleransi adalah warisan ampuh bangsa Indonesia, tidak hanya untuk generasi dulu dan sekarang, tetapi juga masa depan.

Selain itu, Maman meminta agar negara bersikap tegas terhadap kelompok takfiri karena keberadaan-nya sudah terbukti membuat banyak negara-negara Islam di Timur Tengah hancur akibat konflik agama berkepanjangan.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023