Washington (ANTARA) - Militer Myanmar, yang dituduh melakukan pembersihan etnis terhadap minoritas Muslim Rohingya, diundang menghadiri pertemuan regional yang dipimpin bersama oleh Amerika Serikat dan Thailand, menurut militer AS, Senin (30/1).

Amerika Serikat dan Thailand akan menjadi ketua bersama pertemuan menteri pertahanan ASEAN, yaitu ADMM (ASEAN Defense Ministers' Meeting)-Plus, yang akan membahas keamanan maritim serta berbagai kegiatan terkait.

Menurut seorang juru bicara Departemen Pertahanan AS, kehadiran peserta pada pertemuan itu ditentukan oleh para anggota ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara).

"Amerika Serikat terus berdampingan bersama masyarakat internasional dalam menerapkan respons tegas terhadap kudeta militer di Myanmar, untuk mendesak rezim tersebut menghentikan kekerasan," kata jubir Dephan AS Letnan Kolonel Marty Meiners.

Meiner juga mengutarakan desakan AS agar Myanmar membebaskan semua orang yang ditahan secara sewenang-wenang serta agar negara itu kembali ke jalur demokrasi.

AS berharap desakan-desakan itu tercakup dalam forum ADMM-Plus.

Kabar soal undangan bagi Myanmar tersebut pertama kali dilaporkan oleh Myanmar Now.

Undangan itu bukan yang pertama kalinya disodorkan Amerika Serikat kepada Myanmar untuk mengikuti forum militer. Myanmar menghadiri forum yang sama tahun lalu.

Baca juga: Pengamat: Insentif bisa jadi solusi atasi krisis Myanmar

Baca juga: Yuyun: ASEAN harus lakukan semua cara desak junta Myanmar berdialog


Pentagon, markas besar Dephan AS, pada 2017 mengundang Myanmar sebagai pengamat pada latihan militer multinasional yang dipimpin Amerika Serikat dan Thailand.

Angkatan bersenjata Myanmar pada 2017 melancarkan operasi militer, yang membuat sedikitnya 730.000 warga --sebagian besar Muslim Rohingya-- mengungsi ke Bangladesh.

Di negara tetangga Myanmar itu, para pengungsi menceritakan peristiwa pembunuhan, pemerkosaan massal, dan pembakaran.

Kemudian pada 2021, militer Myanmar merebut kekuasaan melalui kudeta.

Pemerintah AS di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden telah secara resmi menyatakan kekerasan yang dilancarkan terhadap warga minoritas Rohingya oleh militer Myanmar sebagai genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Militer Myanmar membantah melakukan genosida alias pembunuhan besar-besaran. Militer berdalih bahwa operasi yang dilancarkannya itu ditargetkan terhadap para pemberontak Rohingya pelaku sejumlah serangan.

Lebih dari sejuta warga Rohingya saat ini tinggal di kamp-kamp kumuh di wilayah Bangladesh selatan, yang telah menjadi penampungan pengungsi terbesar di dunia.

Baca juga: Pengamat: Isu Myanmar tantangan utama Keketuaan Indonesia di ASEAN

Baca juga: Menanti kiprah Indonesia bantu penyelesaian krisis Myanmar

Kecil kemungkinan bahwa para pengungsi akan kembali ke Myanmar. Di negara itu, mereka sebagian besar tidak diberi kewarganegaraan maupun hak-hak lainnya.

Sumber: Reuters

Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2023