Singapura (ANTARA) - Euro dan sterling tergelincir terhadap dolar di sesi Asia pada Jumat sore, karena pasar mengambil isyarat dovish dari pembuat kebijakan di Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Inggris (BoE), yang mengatakan tekanan inflasi di ekonomi mereka menjadi lebih mudah dikelola.

Membalikkan penurunannya di awal pekan, greenback menguat terhadap sejumlah mata uang utama lainnya, dengan indeks dolar AS naik 0,02 persen menjadi 101,81, menjauh dari level terendah sembilan bulan pada Rabu (1/2/2023) di 100,80.

Pound sterling meluncur ke level terendah lebih dari dua minggu di 1,2203 per dolar AS di perdagangan Asia dan terakhir 0,04 persen lebih rendah di 1,2219 per dolar AS. Sterling telah jatuh 1,2 persen di sesi sebelumnya, penurunan harian terbesar dalam sebulan.

Euro naik tipis 0,12 persen menjadi 1,0897 per dolar AS, setelah jatuh 0,7 persen pada Kamis (2/2/2023) untuk menjauh dari puncak 10 bulan di 1,1034 dolar.

Pada Kamis (2/2/2023), ECB dan BoE masing-masing menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin seperti yang diharapkan, dengan yang terakhir menandakan gelombang berbalik dalam pertempuran melawan inflasi yang tinggi.

Sementara ECB secara eksplisit menyinggung setidaknya satu kenaikan lagi dengan besaran yang sama bulan depan dan menegaskan kembali komitmennya dalam memerangi inflasi yang tinggi, Presiden ECB Christine Lagarde mengakui prospek zona euro menjadi kurang mengkhawatirkan untuk pertumbuhan dan inflasi.

"ECB sedikit lebih dovish dari perkiraan pasar sebelumnya ... (sementara) BoE telah memberikan petunjuk kecil bahwa mereka mungkin hampir menyelesaikan siklus pengetatan mereka," kata Carol Kong, ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank Australia (CBA).

Pernyataan dari ECB dan BoE datang sehari setelah Ketua Federal Reserve Jerome Powell telah memicu aksi jual besar-besaran dolar dengan mengatakan pada konferensi pers setelah kenaikan suku bunga Fed sebesar 25 basis poin bahwa proses "disinflasi" di Amerika Serikat tampaknya sedang berlangsung.

Laporan penggajian non-pertanian Jumat akan menjadi ujian besar berikutnya dari perjuangan Fed melawan inflasi. Tanda-tanda masih menunjukkan pasar tenaga kerja yang ketat, dengan jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran turun ke level terendah dalam sembilan bulan minggu lalu.

Dalam mata uang lain, Aussie turun 0,11 persen menjadi 0,7068 dolar AS, setelah kehilangan 0,86 persen pada Kamis (2/2/2023), sementara kiwi naik 0,05 persen menjadi 0,6479 dolar AS.

Komentar dari pembuat kebijakan setelah serangkaian pertemuan bank-bank sentral minggu ini membuat pasar menangkap tanda-tanda bahwa suku bunga bisa mendekati puncaknya di sebagian besar ekonomi utama.

"Kami mulai melihat bank-bank sentral berkumpul ke sebuah pola sekarang ... bank-bank sentral utama pasti mendekati akhir dari siklus pengetatan mereka," kata Kong dari CBA.

Puncak suku bunga AS yang akan segera terjadi telah memberikan sedikit kelegaan bagi yen Jepang, yang tahun lalu runtuh di bawah tekanan dari kenaikan perbedaan suku bunga terhadap lingkungan suku bunga rendah Jepang.

Yen terakhir 0,1 persen lebih tinggi pada 128,54 per dolar dan menuju kenaikan mingguan sebesar 1,0 persen, membalikkan penurunan dua minggu berturut-turut.

Gubernur Bank Sentral Jepang (BoJ) Haruhiko Kuroda mengatakan pada Jumat, ia memperkirakan upah akan naik "cukup signifikan", tetapi mempertahankan pendiriannya untuk tetap berpegang pada kebijakan moneter ultra-longgar guna mendukung perekonomian.


Baca juga: Dolar AS melemah seiring penguatan sterling dan yen
Baca juga: Sterling melonjak ke tertinggi 6 minggu, setelah Sunak jadi PM Inggris
Baca juga: Dolar naik lebih jauh di atas 150 yen karena imbal hasil AS melonjak

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023