Jangankan lawakan, satu kalimat yang sama saja kalau didengar dua orang berbeda, maka akan ada dua interpretasi berbeda
Jakarta Raya (ANTARA) - Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (Masindo) bersama Komunitas Stand Up Jakarta Barat menggelar diskusi bertajuk "Eksplorasi Kebebasan Berekspresi yang Sadar Risiko" guna memberikan edukasi tentang pentingnya penerapan budaya sadar risiko kepada komika atau profesi pelawak tunggal.

"Jangankan lawakan, satu kalimat yang sama saja kalau didengar dua orang berbeda, maka akan ada dua interpretasi berbeda," kata Pemenang Stand Up Comedy Indonesia Season 9, Rio Steven Dumatubun dalam siaran resmi pada Sabtu.

"Apalagi sekarang orang bisa dengan mudah mengambil potongan video. Jadi sehati-hati apapun komika menulis materi, kita harus tetap sadar bahwa akan selalu ada risiko materi itu tidak tersampaikan dengan baik,” kata Rio.

Rio menjelaskan, profesi komika memiliki peran yang berpengaruh dalam menyampaikan informasi kepada publik karena menyajikan materi yang bersumber dari pengalaman pribadi maupun permasalahan sosial di masyarakat.

Namun di sisi lain, komika tidak terlepas dari risiko, seperti menyinggung orang lain. Oleh sebab itu, para komika perlu menerapkan konsep sadar risiko dalam pembuatan materi agar humor yang disampaikan dapat diterima masyarakat dengan baik.

Untuk meminimalisasi risiko penonton keliru memahami maksud komika, Rio menyarankan untuk menghindari penggunaan bahan-bahan yang sensitif dalam pembuatan materi.

Caranya dengan memikirkan semua konten secara lebih komprehensif. Sebab, Rio meyakini bahwa apabila bahan yang sensitif saja bisa dibuat lucu, tentunya melucu bisa dilakukan tanpa menyinggung.

Komika juga bisa menyelipkan pesan-pesan moral yang dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik pada tingkat individu maupun lingkungan.

“Terlebih lagi kalau di TV atau diunggah ke internet, itu sudah terlalu beragam penontonnya sehingga harus dipastikan pesannya lebih positif dan sampai ke mereka dengan baik,” ujar dia.

Ketua Masindo, Dimas Syailendra menambahkan budaya sadar risiko adalah sebuah kondisi di mana masyarakat perlu menyadari bahwa aktivitas yang dilakukan memiliki risiko, baik besar maupun kecil.

“Masindo hadir agar masyarakat yang belum sadar terkait adanya risiko di sekitar mereka bisa lebih memiliki kesadaran. Dan, yang sudah sadar bisa tetap terjaga kesadarannya dan ikut berperan dalam menyebarkan budaya sadar risiko,” kata Dimas.

Sebagai contoh, masih banyak masyarakat yang tidak menggunakan helm ketika mengendarai motor, yang menunjukkan bahwa pengendara tersebut belum menyadari risiko yang terjadi apabila terlibat kecelakaan.

Contoh lainnya, kata dia, adalah tingginya kebiasaan merokok di masyarakat Indonesia. Namun, jika berhenti langsung sulit dilakukan, dengan menerapkan budaya sadar risiko mereka bisa mencari alternatif untuk mengurangi risiko, misalnya dengan memanfaatkan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin.

“Produk tembakau alternatif tidak menghasilkan asap dan abu sehingga berbeda dari rokok. Oleh sebab itu, produk ini dapat meminimalisasi risiko bagi perokok dewasa yang ingin beralih dari kebiasaannya,” ucap Dimas.

Untuk membangun kesadaran risiko kepada masyarakat, Masindo juga aktif melakukan edukasi, diskusi, advokasi media, kajian, dan informasi berbasis bukti ilmiah.

“Kami juga berharap mereka yang sudah memahami dan menjalankan budaya sadar risiko dapat menyebarluaskan informasi ini kepada keluarga terdekat dan masyarakat luas,” ucapnya.
Baca juga: Kolaborasi lintas sektoral tingkatkan konsep sadar risiko
Baca juga: "Stand Up Comedy Indonesia" masuki satu dekade penyelenggaraan
Baca juga: Tips mengatur keuangan ala "stand-up comedian" Yudha Keling

Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2023