Makassar (ANTARA) - Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) asal Provinsi Sulawesi Selatan, Ismawan Amir, mahasiswa Istanbul Ticaret University yang selamat dari bencana gempa Turki menceritakan kejadian gempa dan kondisi kekinian pasca gempa di lokasi pengungsian, saat dikonfirmasi dari Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu.

Isman melaporkan dari Istanbul, pagi tadi di layar televisi, Wakil Presiden Turki Fuat Oktay merilis jumlah korban yang tewas terus bertambah menjadi 3.419. Sementara korban yang luka sekitar 20.534 orang. Konferensi pers itu dilakukan 24 jam setelah gempa di Turki dan sebagian wilayah Suriah.

Gempa yang berkekuatan magnitudo 7,8 itu terjadi Senin subuh saat banyak orang masih tertidur. Video-video amatir yang tersebar di grup WhatsApp dan linimasa Turki menunjukkan bangunan yang runtuh, ambruk, dan jalanan yang terbelah.

Orang-orang berlarian ke jalanan sambil berteriak minta tolong. Korban berjatuhan, paling banyak tertimbun di bawah reruntuhan.

Baca juga: Basarnas terjunkan 47 personel bantu pencarian korban gempa Turki

Baca juga: WZWF ajak lembaga zakat dunia bantu korban gempa Turki-Suriah


Presiden Turki, RT Erdogan mengumumkan hari berkabung nasional akibat gempa bumi. Ia meminta masyarakat dan kantor perwakilan negara asing mengibarkan bendera setengah tiang hingga Ahad, 12 Februari 2023.

Pemerintah bergerak cepat melalui badan darurat Turki, AFAD. Sejak kemarin, 13.000 tim penyelamat dikirim ke lokasi terdampak gempa. AFAD juga merilis telah mengirim 2600 personil penyelamat yang datang dari 65 negara membantu penyelamatan korban gempa.

Negara-negara Uni Eropa dan Rusia juga mengirim bantuan untuk penyelamatan korban gempa. Tak hanya itu, bantuan juga datang dari Asia seperti Jepang, Malaysia, Uzbekistan, dan Taiwan.

 
Suasana pengungsian Warga Negara Indonesia di Kahramanmaras. ANTARA/HO/Dokumentasi Pribadi Ismawan Amir.



Hujan salju

Saat ini, Turki menghadapi musim dingin yang ekstrim. Salju, angin, dan hujan membuat udara semakin dingin. Para korban gempa yang berada di bawah reruntuhan juga mendapat ancaman baru, kedinginan.

Begitu juga dengan para penyelamat, mereka sulit mengevakuasi korban karena cuaca belum bersahabat. Mereka berlomba dengan waktu untuk menyelamatkan korban yang kedinginan di dalam reruntuhan.

Beberapa foto menunjukkan para korban semalam berkumpul di sekitar api unggun untuk menghangatkan badan. Kabarnya, para penyintas belum berani kembali dan tinggal di dalam rumah karena sering terjadi gempa susulan.

Meski demikian, pemerintah Turki telah menyiapkan 54 ribu tenda untuk para penyintas di lokasi gempa.

"Saya mencoba menghubungi teman-teman PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Kahramanmaras lewat bantuan Ketua PPI Istanbul tetapi belum ada jawaban. Di Group WhatApp foto-foto mereka menunjukkan sedang berkumpul di dalam aula kampus," kata pria yang pernah berkecimpung di dunia jurnalis ini.

"Mereka sudah tak berani kembali ke apartemen karena trauma. Semalam mereka menyalakan api unggun agar tetap hangat karena cuaca sangat dingin, dan salju yang lagi turun," ujarnya lagi melalui pesan WhatsApp yang diterima di Makassar.

Rencananya mereka akan dievakuasi oleh KBRI. Kabar terbarunya, tak ada korban jiwa dari mahasiswa Indonesia di Kahramanmaras. Hanya satu orang yang luka karena terkena reruntuhan.

Pelajar Indonesia di Turki juga sementara berusaha menggalang donasi untuk disalurkan ke korban di lokasi gempa. Kondisi medan yang sulit, sedang turun salju sehingga KBRI sarankan agar LSM dari Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia, Kemenlu RI atau Palang Merah Indonesia.*

Baca juga: Tim penyelamat gempa bumi China mendarat di Turki

Baca juga: PMI Sukabumi gelar doa bersama untuk korban gempa Turki dan Suriah

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023