Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) perlu menunjuk utusan khusus tetap untuk membantu Myanmar keluar dari krisis politik, kata peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dewi Fortuna Anwar.

"Masalah utusan khusus Myanmar, tidak berkelanjutan karena rotasi setiap tahun dan belum menunjukkan hasil," kata Dewi dalam sebuah seminar di Jakarta, Rabu.

"Sehingga perlu ditunjuk utusan khusus yang 'dedicated' dengan durasi kerja lebih lama," kata dia, menambahkan.

Sejak disepakati pada April 2021, tugas utusan khusus untuk Myanmar diemban secara bergantian oleh menteri luar negeri dari negara yang menjabat ketua ASEAN.

Setelah dipegang oleh Brunei Darussalam pada 2021 dan Kamboja pada 2022, pelaksanaan jabatan utusan khusus tahun ini menjadi tanggung jawab Indonesia.

Namun, dua utusan khusus keketuaan ASEAN sebelumnya belum berhasil membujuk pimpinan junta militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlang untuk mengizinkan mereka bertemu penasihat negara Aung San Suu Kyi maupun membuka dialog dengan pihak-pihak yang berkepentingan.

Menurut Dewi, utusan khusus jika dipermanenkan bisa membantu untuk menguraikan dan memahami masalah lebih dalam sehingga nantinya bisa mendapat kepercayaan semua pihak.

"Tetapi harus siap bolak-balik ke Myanmar dan terkadang mendapat perlakukan tidak menyenangkan," tuturnya.

Selain menetapkan utusan khusus permanen untuk Myanmar, lanjut Dewi, ASEAN juga perlu meyakinkan para mitra wicara, seperti India, China, dan Rusia untuk mendukung ASEAN dalam mengatasi isu Myanmar.

China dan Rusia diketahui mempunyai hubungan khusus dengan Myanmar dan juga merupakan pendukung junta militer.

Amerika Serikat menyebut Moskow sebagai pemasok militer junta yang paling dapat diandalkan.

Junta militer Myanmar juga masuk dalam "lingkaran pertemanan" Rusia, yang semakin berkurang setelah invasi ke Ukraina tahun lalu.

Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Sidharto Suryodipuro menegaskan bahwa Indonesia akan berupaya menggandeng negara-negara yang berkepentingan untuk mendukung penerapan Konsensus Lima Poin dalam mengatasi krisis politik di Myanmar.

"Sebagai ketua ASEAN, Indonesia akan memastikan hubungan dari negara-negara lain, baik tetangga maupun negara-negara penting lain, dalam penyelesaian masalah Myanmar serta (dukungan) organisasi internasional untuk mendukung penerapan Konsensus Lima Poin," ujar Sidharto.


Baca juga: Menlu Indonesia menjalankan tugas sebagai utusan ASEAN untuk Myanmar

Baca juga: Presiden: Indonesia konsisten Konsensus Lima Poin Myanmar dijalankan


 

Tiga langkah keketuaan Indonesia di ASEAN hadapi persoalan Myanmar

Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2023