Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) Tito Sulistio menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama delapan jam. Tito dan dua staf PT CMNP Huda Nardono dan Vinkan Ayu Wulandari, diperiksa sejak pukul 08.45 WIB hingga pukul 16.20 WIB di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Kamis. Namun, Tito yang saat ini menjabat Direktur Utama Radio Trijaya yang berada di bawah kelompok usaha media MNC milik pengusaha Harytanoe Soedibyo itu menghindar dari wartawan. Ia keluar dari pintu belakang Gedung KPK tanpa sepengetahuan wartawan dan langsung menaiki mobil Nissan Terrano bewarna hitam yang menunggunya. Sedangkan dua staf PT CMNP yang keluar dari pintu depan Gedung KPK, Huda dan Vinkan, sama sekali tidak mau menjawab pertanyaan wartawan. Pada Mei 1999, Tito Sulistio bersama direktur CMNP lainnya Teddy Kharsadi mewakili CMNP dalam transaksi NCD dengan Drosophila Enterprise melalui perantara PT Bhakti Investama, yang keduanya dimiliki oleh Harytanoe Soedibjo. Teddy tidak lagi menjabat direktur CMNP sejak 14 Desember 2000. CMNP menjual surat berharga dalam bentuk obligasi CMNP II yang dikeluarkan pada 1997 dengan tingkat bunga tetap dan nilai nominal Rp189 miliar berikut Medium Term Note (MTN) yang dikeluarkan Bank CIC senilai Rp153,5 miliar. Pembayaran yang diterima oleh CMNP dari Drosophila berupa NCD tanpa bunga yang dikeluarkan oleh PT Unibank senilai 28 juta dolar AS dan akan jatuh tempo pada 9 dan 10 Mei 2002. Pada 26 September 2001, Unibank yang oleh Bank Indonesia dinyatakan termasuk dalam Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) menyatakan NCD yang diserahkan kepada PT CMNP telah dilaporkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasonal (BPPN) dalam laporan posisi simpanan dan kewajiban sehingga CMNP memiliki hak tagih atas NCD tersebut. Namun, pada 29 Januari 2002, BPPN menyatakan rekening NCD Unibank tidak dijamin dan tidak dapat dibayarkan melalui program penjaminan pemerintah karena termasuk dana milik pihak terafiliasi. BPPN juga menyatakan NCD tersebut melanggar ketentuan Bank Indonesia (BI) tentang penerbitan sertifikat deposito oleh bank dan lembaga keuangan bukan bank. BPPN akhirnya mengumumkan NCD yang diterbitkan Unibank melanggar peraturan perundang-undangan sehingga tidak diakui dan tidak dijamin pembayarannya. BI juga menyatakan laporan simpanan berjangka bulanan Unibank tidak diketahui terdapat deposito dalam dolar AS dan penerbitan NCD itu tidak sesuai aturan. NCD yang diserahkan kepada CMNP melalui transaksi tertanggal 12 Mei 1999 baru dibuat dua minggu setelah transaksi, yaitu pada 26 Mei 1999. CMNP kemudian mengajukan gugatan terhadap BPPN, Departemen Keuangan, Bank Indonesia dan Unibank pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Namun, CMNP tidak menggugat Drosophila maupun PT Bhakti Investama. Putusan PN Jakarta Pusat pada 29 Juli 2004 mengabulkan gugatan tersebut dan mewajibkan BPPN membayar 28 juta dolar AS kepada CMPN. Kerugian transaksi yang dialami CMNP sebesar Rp153,5 miliar dan kehilangan aset senilai 28 juta dolar AS berakibat pula kerugian pada pemegang saham CMNP yang juga dimiliki oleh BUMN, yakni PT Krakatau Steel sebesar enam persen dan PT Jasa Marga (persero) sebesar 17,79 persen. Sampai saat ini, KPK telah meminta keterangan dari dua mantan anggota komisaris CMNP, M. Jusuf Hamka dan Shadik Wahono serta Direktur Utama CMNP Daddy Hariadi. KPK juga telah meminta keterangan dari pihak Bank CIC dan Unibank. Mereka juga memilih untuk tidak berkomentar banyak tentang kasus yang berpotensi merugikan negara hingga 28 juta dolar AS itu.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006