Nilai investasi bank-bank syariah Indonesia di sektor infrastruktur tersebut berbanding terbalik dengan negara-negara yang juga memiliki bank syariah di dunia
Jakarta (ANTARA) - Profesor Hukum dan Keuangan Islam Durham University Habib Ahmed menyebut bank syariah seperti PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) perlu berinvestasi di sektor infrastruktur untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.

Menurutnya, saat ini bank-bank syariah di Indonesia masih lebih banyak melakukan investasi di sektor pendidikan dan kesehatan, ketimbang infrastruktur.

"Di Indonesia, investasi yang dilakukan bank syariah di sektor infrastruktur masih di angka 2,4 persen, sementara pendidikan dan kesehatan hampir dua kali lipatnya di angka 4,7 persen," katanya dalam BSI Global Islamic Finance Summit 2023 (GIFS) di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan nilai investasi bank-bank syariah Indonesia di sektor infrastruktur tersebut berbanding terbalik dengan negara-negara yang juga memiliki bank syariah di dunia.

Pendapat Habib itu senada dengan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo yang mengatakan pembiayaan wholesale dengan skema syariah masih jarang ditemukan, padahal skema ini sudah umum di negara-negara lain seperti London, Inggris; Dubai, Uni Emirat Arab; dan Malaysia.

"Kita ingin melakukan sosialisasi bahwa struktur syariah itu sebenarnya yang paling tepat untuk pembiayaan-pembiayaan infrastruktur atau pembiayaan jangka panjang pemerintah, seperti BUMN. Jadi contohnya jalan tol, perkeretaapian, pembangkit listrik itu sebenarnya paling cocok di BSI, dengan struktur syariah," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Tiko, panggilan akrabnya, pada acara GIFS ini, Kementerian BUMN mengapresiasi BSI yang terus meningkatkan literasi dan sosialisasi kepada para pelaku usaha, CFO-CFO, direktur keuangan, maupun investor agar memahami bahwa struktur syariah cocok untuk pembiayaan pembangunan sektor riil di Indonesia.

Ia pun menyebut pembiayaan di sisi wholesale memiliki banyak keuntungan bagi BSI, salah satunya adalah dana pihak ketiga (DPK) yang lebih berkelanjutan dan jangka panjang ketimbang DPK yang didapat dari sisi ritel.

Menurut Tiko, saat ini BSI memiliki potensi yang besar untuk menggarap sisi wholesale karena pembiayaan tersebut membukukan nilai mencapai Rp57,18 triliun atau tumbuh 15,80 persen secara year on year.

Pencapaian ini menjadikan wholesale sebagai segmen terbesar kedua setelah segmen konsumer, yang menunjukkan bahwa BSI berada pada posisi yang baik untuk memanfaatkan potensi pertumbuhan sektor riil di Indonesia.

"BSI saat ini mampu menjadi katalis pertumbuhan perbankan syariah yang lebih tinggi daripada perbankan nasional. Hal ini menjadikan diversifikasi bisnis syariah yang mendorong dari personal banking menuju kolaborasi perbankan wholesale-retail sebagai sumber pertumbuhan bisnis baru," tutur Tiko.

Baca juga: BSI sebut akan dukung ekosistem Islam senilai 300 miliar dolar AS
Baca juga: BI sebut perlunya tingkatkan literasi ekonomi dan keuangan syariah
Baca juga: BSI bidik pembiayaan wholesale menjadi 35 persen dari total pembiayaan


Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023