Tokyo (ANTARA) - Harga minyak turun di awal perdagangan Asia pada Jumat pagi, berada di jalur penurunan mingguan karena data ekonomi AS yang kuat meningkatkan kekhawatiran bahwa Federal Reserve akan melanjutkan kebijakan moneter ketat untuk mengatasi inflasi, yang dapat menekan permintaan bahan bakar bahkan ketika stok minyak mentah bertambah.

Minyak mentah berjangka Brent melemah 49 sen atau 0,6 persen, menjadi diperdagangkan di 84,65 dolar AS per barel pada pukul 01.05 GMT. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS jatuh 46 sen atau 0,6 persen, menjadi diperdagangkan di 78,03 dolar AS per barel.

Kedua harga acuan minyak menuju penurunan mingguan sekitar 2,0 persen.

Data menunjukkan indeks harga produsen AS naik 0,7 persen pada Januari, setelah turun 0,2 persen pada Desember. Sementara itu, klaim pengangguran secara tak terduga turun menjadi 194.000, dibandingkan dengan perkiraan 200.000, menurut jajak pendapat Reuters.

"Data AS yang kuat mendukung kekhawatiran atas kenaikan suku bunga dan mendorong kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS, yang membebani harga minyak dan komoditas lainnya," kata Kazuhiko Saito, kepala analis di Fujitomi Securities Co Ltd.

Peningkatan stok minyak mentah AS juga menambah tekanan, katanya.

Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu (15/2/2023) melaporkan stok minyak mentah AS minggu lalu naik ke level tertinggi sejak Juni 2021 setelah peningkatan yang lebih besar dari perkiraan.

"Tetap saja, kerugiannya terbatas karena investor mengharapkan pemulihan permintaan bahan bakar di China," kata Saito, memprediksi pasar akan terus berada dalam kisaran ketat untuk saat ini tanpa arah yang jelas.

Harga minyak naik-turun selama beberapa minggu terakhir di antara kekhawatiran resesi melanda Amerika Serikat di tengah kenaikan tingkat inflasi dan harapan untuk kenaikan permintaan di China, importir minyak utama dunia.

Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan minggu ini bahwa China akan menyumbang hampir setengah dari pertumbuhan permintaan minyak tahun ini setelah melonggarkan pembatasan COVID-19, tetapi penahanan produksi oleh negara-negara OPEC+ - anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya - bisa berarti defisit pasokan di paruh kedua.

Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan kesepakatan OPEC+ saat ini untuk memangkas target produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari akan dikunci hingga akhir tahun, menambahkan dia tetap berhati-hati terhadap permintaan China.


Baca juga: Minyak turun di tengah data ekonomi AS beragam dan pertumbuhan stok
Baca juga: Rubel di terendah 10 bulan terhadap dolar AS, aliran masuk valas minim
Baca juga: Minyak naik di Asia ditopang optimisme China, pasar abaikan stok AS

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023