Salah satu wujud pemanfaatan DBHCHT di bidang penegakan hukum ialah pembangunan kawasan industri hasil tembakau (KIHT) ini
Pamekasan (ANTARA) - Pemerintah membangun dua Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di Pulau Madura, Jawa Timur dari dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCHT) guna meningkatkan perekonomian warga dan menekan peredaran rokok ilegal di wilayah itu.

"Kedua lokasi KIHT yang kini sedang dibangun di Pulau Madura ini, di Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep," kata Kepala Kantor Bea Cukai Madura Muhammad Syahirul Alim di Pamekasan, Jawa Timur, Selasa.

Ia menjelaskan, KIHT di Kabupaten Pamekasan terletak di Desa Gugul, Kecamatan Tlanakan, sedangkan di Kabupaten Sumenep di Desa/Kecamatan Guluk-Guluk. Masing-masing dibangun di areal lahan seluas 2 hektare.

Alim menjelaskan, pembangunan KIHT di Pamekasan dan Sumenep itu sebagai upaya memfasilitasi pengusaha tembakau yang belum memiliki persyaratan cukup dalam menjalankan usaha rokok, sekaligus untuk memajukan perekonomian daerah.

"Landasan pembangunan KIHT ini adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau," katanya.

Menurut dia, pembagian alokasi DBHCHT adalah 50 persen untuk kesejahteraan masyarakat, dengan rincian 20 persen untuk peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja, dan pembinaan industri, serta 30 persen untuk pemberian bantuan, kemudian 40 persen untuk kesehatan masyarakat. Selain itu, sebanyak 10 persen dari dana yang diterima juga untuk penegakan hukum.

"Salah satu wujud pemanfaatan DBHCHT di bidang penegakan hukum ialah pembangunan kawasan industri hasil tembakau (KIHT) ini," kata Syahirul Alim.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani saat meninjau perkembangan pembangunan KIHT di Sumenep menjelaskan, dengan adanya KIHT itu diharapkan akan memudahkan pengawasan sehingga dapat menekan produksi dan penjualan rokok ilegal serta menciptakan kondisi industri yang sehat.

Selain itu, melalui KIHT banyak kemudahan yang akan diperoleh pengusaha industri hasil tembakau yang berada di KIHT, di antaranya adalah pengecualian dari ketentuan memiliki luas paling sedikit dua ratus meter persegi untuk lokasi, bangunan, atau tempat berusaha, kegiatan dalam menghasilkan barang kena cukai (BKC) hasil tembakau dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama oleh pengusaha pabrik yang berada dalam satu KIHT, serta diberikan fasilitas penundaan pembayaran pita.

Dalam hal pengawasan rokok ilegal, Askolani menyebutkan pada 2022, Bea Cukai khususnya Provinsi Jawa Timur telah menangani 4.386 surat bukti penindakan BKC hasil tembakau.

Dari penindakan rokok ilegal tersebut, jumlah potensi kerugian negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp103,49 miliar.

Adapun untuk penerimaan di bidang cukai, realisasi penerimaan cukai wilayah Jawa Timur pada 2022 mencapai Rp135,16 triliun atau 102,6 persen dari target yaitu sebesar Rp131,67 triliun.

Tercatat jumlah pabrik rokok terdaftar di wilayah Jawa Timur sebanyak 754 pabrik dengan jenis produk hasil tembakau yang mendominasi di Jawa Timur adalah sigaret kretek tangan (SKT), Sigaret Kretek Mesin (SKM), Tembakau Iris (TIS), Rokok Elektrik (REL), homogenized tobacco leaf (HTL), sigaret putih mesin (SPM), rokok daun/klobot, cerutu, dan sigaret putih tangan (SPT).

"Sedangkan jumlah pabrik rokok di Pulau Madura yang beroperasi hingga Desember 2022 sejumlah 108 pabrik dengan total produksi rokok sebanyak 3.323.403.840 batang," katanya.

Ia juga berharap dengan pembangunan KIHT di dua kabupaten penghasil tembakau itu nantinya akan membawa dampak positif bagi perekonomian masyarakat.

Baca juga: Pemprov Jatim bangun Kawasan Industri Hasil Tembakau di Sumenep

Baca juga: Ikhtiar menekan peredaran rokok ilegal dengan KIHT

Pewarta: Abd Aziz
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023