Jakarta (ANTARA) — Inflasi dan Covid-19 dinilai menjadi faktor yang dapat memicu peningkatan klaim di industri asuransi dan reasuransi pada 2023.

Maria Elvida Rita Dewi, Direktur Keuangan dan Aktuaria PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re, menjelaskan produk asuransi individu kesehatan menyumbang kenaikan klaim yang sangat besar bagi pihaknya pada 2022. 

Selain karena perubahan perilaku konsumen, jelasnya, kenaikan inflasi yang sangat tinggi juga menjadi penyebab kenaikan klaim dari produk asuransi individu kesehatan. Bahkan berdasarkan study internal yang pernah dilakukan, kata Vida, kenaikan inflasi biaya kesehatan di Indonesia lebih tinggi dibandingkan kenaikan inflasi secara global.

“Di tahun 2023, potensi kenaikan inflasi biaya kesehatan ini tentu masih sangat besar. Oleh karena itu, Indonesia Re sudah melakukan penyesuaian asumsi inflasi dalam perhitungan tarif premi asuransi kesehatan,” jelasnya.

Vida menilai klaim Covid-19 juga kemungkinan masih menjadi tantangan. Kendati tidak secara langsung berdampak pada klaim reasuransi umum, situasi ekonomi akibat pandemi dinilai berdampak terutama pada lini asuransi kredit.

Oleh karena itu, jelas dia, Indonesia Re telah melakukan pembatasan sejak awal 2022 untuk lini bisnis tersebut.

“Namun demikian, Indonesia Re juga mengantisipasi sejumlah hal yang berpotensi menyebabkan klaim pada tahun 2023, seperti perubahan iklim, kemungkinan resesi dan hal lainnya.”

Vida mengungkapkan portofolio bisnis reasuransi jiwa di Indonesia Re sangat terdampak oleh lonjakan klaim varian Delta Covid-19 pada kuartal IV/2021 yang berasal dari produk-produk asuransi kesehatan dan asuransi jiwa kredit. 

Dampak klaim tersebut bahkan masih berlangsung hingga kuartal I/2022 akibat adanya claim delay dan juga klaim Covid-19 yang terjadi pada tahun lalu. Klaim tersebut mayoritas berasal dari produk asuransi kesehatan. 

Kendati demikian, Vida mengungkapan hingga Desember 2022, total klaim Covid-19 sudah jauh menurun dibandingkan dengan realisasi 2021. Total klaim Covid-19 pada 2021 mencapai Rp325 miliar, sedangkan pada Desember 2022 tercatat senilai Rp98 miliar.

“Untuk lini bisnis reasuransi jiwa sendiri nilai klaim gross yang telah diselesaikan akibat Covid-19 tahun 2022 turun menjadi 16,29% dari total klaim dibandingkan 2021 sebesar 23,34%. Hal ini menunjukan optimisme dampak Covid-19 terhadap klaim semakin menurun,” ungkapnya.

Dampak Covid-19, sambung Vida, juga mempengaruhi kinerja underwriting sektor reasuransi umum. Secara tidak langsung, jelas dia, dampaknya terasa pada lini usaha aneka khususnya lini finansial yang mencakup suretyship dan asuransi kredit dengan nilai klaim mencapai kisaran Rp200 miliar pada 2021. 

“Sampai dengan posisi Desember 2022, sektor asuransi credit (treaty) masih membukukan hasil underwriting sebesar minus Rp123 miliar,” ungkapnya.

Meskipun telah mengalami penurunan signifikan pada 2022, Vida mengatakan pihaknya melihat bahwa potensi peningkatan klaim Covid-19 dari produk asuransi kesehatan masih cukup besar. 

“Hal ini karena pemerintah Indonesia hanya menanggung gejala Covid-19 yang parah dan untuk pengobatan gejala sedang dan ringan ditanggung oleh perusahaan asuransi,” ungkap Vida.

Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) HSM Widodo juga menilai bahwa inflasi masih akan menjadi salah satu tantangan industri, khususnya terkait klaim di asuransi dan reasuransi nasional.

“Tentunya [inflasi masih menjadi tantangan]. Dari sisi klaim, akan sangat meningkat dari reinstatement yang terdampak claim,” ungkapnya.

Di samping itu, jelas dia, inflasi akan memengaruhi cost of good solds (CoGS) atau seluruh biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan produk/jasa, mulai dari tahap pembuatan hingga pendistribusiannya.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2023