Kuta (ANTARA News) - Industri vaksin Iran membutuhkan bantuan PT Bio Farma untuk mengembangkan diri agar menjadi industri vaksin yang mandiri, terutama dalam memenuhi kebutuhan vaksin di negara para Mullah tersebut.

"Kami punya banyak keterbatasan sehingga kami membutuhkan bantuan dari Bio Farma. Kita bisa saling mengisi kekurangan masing-masing," kata Dr. Mohammad Azizi selaku Deputy Director of Pasteur Institute of Iran (PII) di sela Konferensi Produsen Vaksin Negara-Negara Berkembang (DCVMN) Ke-13 di Kuta, Bali, Kamis.

Menurut Azizi, masyarakat Iran sudah sangat familiar dengan beragam jenis vaksin yang diproduksi oleh Bio Farma, seperti DPT, polio, dan campak.

"Sebenarnya, tidak hanya kami, tetapi juga negara-negara Islam lain membutuhkan vaksin dari Bio Farma," kata salah satu delegasi Iran yang menghadiri konferensi DCVMN hingga 2 November 2012 itu.

Ia menganggap Indonesia sebagai negara Islam terbesar di dunia sangat penting bagi Iran, termasuk untuk kepentingan berbagi pengalaman tentang produksi vaksin, baik secara kuantitas maupun kualitas.

"Bagi kami, suatu kehormatan yang besar bisa menghadiri pertemuan ini karena yang mengundang adalah negara Islam terbesar di dunia," kata Azizi.

Dia berpendapat industri vaksin menjalankan pekerjaan yang mulia. "Di dalam ajaran Islam tidak boleh melukai satu sama lain. Dengan menolak vaksin, berarti sama dengan melukai diri-sendiri atau orang lain. Bahkan, di dalam Alquran disebutkan, menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan seluruh umat manusia," katanya.

PII selama ini juga memproduksi vaksin yang sama dengan vaksin yang diproduksi oleh Bio Farma, seperti DPT, polio, dan campak. Namun vaksin yang diproduksi di Iran itu belum lulus prakualifikasi oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Sebelumnya, Iran menganggap bahwa prakualifikasi dari WHO tidak penting. "Namun, setelah melihat potensi pasar, kami memang harus mendapatkan prakualifikasi itu. Saat ini, kami sedang dalam proses untuk mendapatkan prakualifikasi. Kami memperkirakan baru akan mendapatkan prakualifikasi WHO pada tahun 2015," kata Azizi.

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Bio Farma Rahman Rustan menilai inovasi vaksin di Iran sangat maju, seperti produksi vaksin Hepatitis B generasi terbaru.

"Embargo memacu peneliti di Iran untuk bisa mandiri. Kami dengan Iran saling belajar mengenai kemandirian itu. Apalagi di negara-negara Islam, banyak yang masih tidak punya industri vaksin," katanya.

Ia menyebutkan di seluruh dunia terdapat sekitar 200 pabrik vaksin. Namun, hanya 30 pabrik vaksin yang lulus prakualifikasi WHO, salah satunya Bio Farma. Sementara itu, dari 57 negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), hanya Indonesia yang lulus prakualifikasi WHO.

(M038/D007)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2012