Selain orang-orang cerdas dan jenius, kita juga perlu kecerdasan kolektif untuk membangkitkan ekosistem perfilman.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid menilai dunia perfilman Indonesia membutuhkan banyak ruang untuk terus-menerus membicarakan berbagai permasalahan secara bersama-sama sehingga melahirkan kecerdasan kolektif untuk membangkitkan ekosistem perfilman.

Hilmar saat membuka konferensi perfilman dalam rangkaian kegiatan Hari Film Nasional 2023 di Jakarta, Senin, mengatakan dia sempat mempelajari proses produksi naskah film dengan seorang mentor penulisan skenario hingga setahun penuh. Saat itu Hilmar mencermati hasil diskusi yang membahas mengenai kepiawaian orang-orang jenius dalam membuat skenario tanpa harus melewati proses yang amat panjang.

"Oleh karena itu, pengetahuan mengenai apa yang harus kita lakukan perlu menjadi milik bersama. Selain orang-orang cerdas dan jenius, kita juga perlu kecerdasan kolektif untuk membangkitkan ekosistem perfilman," kata Hilmar.

Dia juga menyoroti perubahan demografi penonton film saat ini yang memiliki dinamika sangat cepat. Sekarang ini, kata Hilmar, generasi milenial, generasi Z, dan generasi Alpha menjadi jumlah terbesar penduduk Indonesia.

"Kalau kita salah berbicara tentang perfilman hari ini, mungkin di kepala kita perlu dibayangkan bahwa merekalah yang kita tuju. Kita perlu mengenali masyarakat kita saat ini dan hal itu bisa menjadi basis dari kreasi-kreasi kita ke depan," kata Hilmar menjelaskan.

Baca juga: Hari Film Nasional momentum tingkatkan percaya diri karya anak bangsa

Hilmar berharap pada masa mendatang akan lahir lebih banyak kajian yang bertujuan memahami masyarakat utamanya generasi muda.

"Apa yang menjadi aspirasi, dinamika, sekaligus ketakutan generasi muda saat ini, harus kita cermati. Saya kira mereka sangat menantikan film-film yang bisa menjawab isu-isu tersebut. Harus ada yang menemani mereka untuk berpikir dan itu saya kira tugas dari insan perfilman nasional," kata Hilmar.

Insan perfilman nasional juga perlu mencermati perubahan lanskap dalam beberapa tahun terakhir sebagai dampak perkembangan teknologi digital, yang bukan hanya mengubah proses produksi, namun, juga tatanan masyarakat secara signifikan. Menurut Hilmar, teknologi digital mempengaruhi distribusi film sehingga bioskop bukan satu-satunya medium untuk menikmati film saat ini, termasuk hadirnya layanan media Over-The-Top (OTT) yang berbasis internet.

"Ini mungkin bisa jadi pertanyaan menarik dalam momentum Hari Film Nasional kali ini, yaitu mengapa film kita masih terkonsentrasi pada bioskop. Ada banyak film yang diproduksi selama masa pandemi, tapi, belum mendapatkan tempat di bioskop hingga hari ini. Artinya, ketergantungan pada medium menjadi sangat penting," kata Hilmar.

Baca juga: Kemenparekraf dukung restorasi film untuk bangkitkan bioskop nasional

Baca juga: Hari Film Nasional momentum tingkatkan percaya diri karya anak bangsa

Baca juga: Kecerdasan buatan belum jadi ancaman industri film

Baca juga: Perkembangan industri film perlu diimbangi kesejahteraan talentanya

Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023