Jakarta (ANTARA) - Indonesia akan memasuki babak baru dalam keberlangsungan usaha dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja, setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang dalam sidang paripurna DPR RI mendatang.

Perppu Cipta Kerja sejatinya hadir sebagai komitmen Pemerintah dalam menghadapi kondisi perekonomian global yang tidak pasti, yang merupakan kelanjutan dari Undang-Undang Cipta Kerja yang diamanatkan untuk melakukan perbaikan hingga November 2023. Saat ini, dunia termasuk Indonesia, tengah bekerja untuk bisa terhindar dari dampak pelemahan ekonomi, imbas dari ketidakpastian geopolitik, perubahan iklim dan bencana, serta krisis di sektor pangan, energi, dan keuangan.

Indonesia membutuhkan sebuah payung hukum yang dapat melindungi pengusaha dan tenaga kerja untuk meminimalisir dampak dari resesi dunia. Dengan kepastian hukum yang jelas, para investor akan tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Perppu ini tentu saja tidak hanya menguntungkan para pelaku usaha. Di sisi lain, Pemerintah juga berkomitmen untuk memberikan perlindungan adaptif bagi pekerja dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang semakin dinamis.

Tak hanya itu, Perppu Cipta Kerja juga dipercaya dalam menumbuhkan perekonomian Indonesia lantaran memiliki sejumlah keunggulan, di antaranya adalah adanya kemudahan dalam perizinan berusaha bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui online single submissions (OSS), mempercepat sertifikasi halal, mengatur pesangon dan perlindungan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), mempermudah akses perizinan, rantai pasok, serta pembiayaan.

Di 2023, Indonesia memiliki target investasi sebesar Rp1.400 triliun, yang akan lebih cepat tercapai dengan adanya formulasi khusus, seperti Perppu Cipta Kerja. Masuknya para penanam modal juga secara tidak langsung dapat menyerap tenaga kerja.


Perlindungan tenaga kerja

Pada konteks ketenagakerjaan, Perppu Cipta Kerja merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Beberapa poin yang menjadi fokus utama dalam ketenagakerjaan adalah ketentuan alih daya atau outsourching, perhitungan upah minimum, struktur dan skala upah, penggunaan terminologi disabilitas, dan jaminan kehilangan pekerjaan.

Dalam UU Cipta Kerja, tidak diatur pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan, sedangkan dalam Perppu ini, jenis pekerjaan alih daya dibatasi. Artinya, tidak semua jenis pekerjaan dapat diserahkan kepada perusahaan alihdaya.

Pemerintah menyempurnakan dan menyesuaikan perhitungan upah minimum dalam Perppu Cipta Kerja. Upah minimum dihitung dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Formula perhitungan upah minimun, termasuk indeks tertentu, akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP).

Perppu ini juga menegaskan bahwa gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi (UMP) dan dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) apabila hasil perhitungan UMK lebih tinggi daripada UMP.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani berharap Pemerintah dapat melibatkan pelaku usaha untuk memberikan masukan terkait kebijakan upah minimum agar tetap sesuai dengan filosofi sebagai jaring pengaman.

Alih daya dunia usaha menginginkan fleksibilitas yang merupakan tren dunia. Di satu sisi dengan tetap menjamin perlindungan hak-hak normatif pekerja atas upah, jam kerja, perlindungan sosial, dan sebagainya.

Perppu Cipta Kerja pun menyoal tentang kewajiban menerapkan struktur dan skala upah oleh pengusaha untuk pekerja/buruh yang memiliki masa kerja satu tahun atau lebih. Terkait dengan disabilitas, Perppu Cipta Kerja menyebutkan bahwa pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kedisabilitasan.

Upah pekerja/buruh akan tetap dibayar penuh saat menggunakan hak waktu istirahatnya, sedangkan untuk program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Perppu ini mengatur bahwa pekerja/buruh yang terkena PHK akan mendapatkan pesangon sebesar 45 persen dari gaji yang diterima. Selain itu, pekerja/buruh tersebut juga akan mendapat pelatihan berupa retraining atau reskilling yang diberikan selama enam bulan.

Perubahan beberapa substansi tersebut mengacu pada hasil serap aspirasi UU Cipta Kerja yang dilakukan Pemerintah di beberapa daerah serta dikaji oleh berbagai lembaga independen. Seluruhnya bertujuan untuk melindungi pekerja/buruh, menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja, serta keberlangsungan usaha.


Dampak 

Payung hukum yang jelas tentang ketenagakerjaan dan kemudahan perizinan berusaha memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap dunia usaha, terutama investasi. Begitu pula sebaliknya, iklim investasi yang kondusif dapat mendorong penambahan lapangan pekerjaan.

Data World Investment Report menyebutkan bahwa posisi Indonesia turun lima peringkat dibanding negara lain dalam hal investasi asing. Hal ini disebabkan karena banyak perusahaan asing yang mengalami hambatan, seperti masalah perpajakan, kepastian kebijakan ekonomi, hingga ketenagakerjaan. Akibatnya, tarik-ulur pun kerap terjadi pada dunia investasi.

Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dzulfian Syafrian mengatakan secara ekonomi, Peppu Cipta Kerja akan memberikan kepastian bagi perekonomian. Ia menyebut, selama ini terjadi ketidakpastian ketika UU Cipta Kerja harus direvisi sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Secara substansi dan keseluruhan butirnya, Perppu Cipta Kerja memiliki banyak manfaat ekonomi dibanding mudaratnya.

Bagi para aktor ekonomi, ketidakpastian ini tentu merugikan karena banyak dari mereka menjadi wait and see dalam berbagai keputusan bisnisnya. Hanya saja memang tidak dipungkiri bahwa isu utama dalam hal ini terletak pada proses hukumnya.

Iklim investasi yang baik mampu memberikan dampak pada lapangan pekerjaan, terlebih bila investasi tersebut tak hanya padat modal, namun juga padat karya.

Guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen dan menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada 2045, perlu adanya kerja sama antara pekerja dan pengusaha untuk melaksanakan Perppu Cipta Kerja. Meski tak dapat dipungkiri bahwa Perppu tersebut belum bisa memenuhi harapan kedua pihak. Setidaknya, Indonesia memiliki payung hukum yang kuat untuk menghadapi ketidakstabilan ekonomi global, sambil terus memperbaiki kekurangannya.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023