"Antisipasi yang bisa segera dilakukan adalah membangun rekayasa antara orang tua, sekolah, dan sekitar untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dalam memberi akses konseling, ruang aman konseling, ruang privasi, menjaga kerahasiaan anak, jaminan keamanan, dan petugas yang mumpuni," kata Jasra Putra kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Cegah fenomena self harm, KPAI minta UU PLP diimplementasikan sekolah
Hal itu dikatakan Jasra Putra menanggapi kasus pelajar sekolah menengah pertama secara massal melukai tangan di sejumlah daerah.
Berdasarkan pengalamannya mendampingi korban, Jasra Putra menduga anak-anak ini mengalami gangguan kejiwaan.
"Anak-anak yang mengalami gangguan kejiwaan, tidak hanya menyayat tangan sendiri, tetapi juga ditandai dengan mengalihkan kesakitan kejiwaannya dengan memukul kepala sendiri, menjambak rambut, memukul dinding, menendang dinding, mimisan, melukai hidung, dan potong rambut," katanya.
Baca juga: Kemen-PPPA minta orang tua waspadai fenomena self harm pada remaja
Untuk itu, menurut dia, sangat penting orang tua, guru, dan lingkungan mendeteksinya lebih dini. "Jika tidak, anak-anak akan mengalami situasi kejiwaan yang lebih buruk," tutur Jasra.
Sebelumnya, sebanyak 52 pelajar salah satu sekolah menengah pertama di Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu, secara massal melukai tangan mereka sendiri. Fenomena self harm ini diduga karena pengaruh media sosial.
Baca juga: Kemenko PMK: Keluarga berperan penting dalam pembentukan karakter anak
Tak hanya di Bengkulu, kasus serupa juga terjadi di Bali.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023