Peluang tersebut bisa diwujudkan, asalkan Rekind mampu memperbaiki ekuitasnya (modal keuangan) terlebih dahulu. Peluangnya (menggarap proyek) masih terbuka lebar
Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus (Stafsus) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Investasi Triharyo Indrawan Soesilo mengungkapkan peluang PT Rekayasa Industri (Rekind) untuk menggarap mega proyek di Indonesia masih terbuka lebar.

“Peluang tersebut bisa diwujudkan, asalkan Rekind mampu memperbaiki ekuitasnya (modal keuangan) terlebih dahulu. Peluangnya (menggarap proyek) masih terbuka lebar,” ujar Triharyo Indrawan Soesilo, biasa disapa Hengky, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, Rekind sebagai perusahaan yang bergerak di bidang rancang bangun dan perekayasaan industri atau lebih dikenal dengan istilah EPC (Engineering, Procurement, dan Construction) memiliki segudang pengalaman, kompetensi dan inovasi, yang bisa dijadikan pegangan kuat untuk menggarap proyek-proyek besar, termasuk milik pemerintah.

Saat ini masih ada peluang proyek bernilai puluhan miliar dolar yang menunggu untuk dikerjakan, seperti proyek-proyek Migas dan lapangan UCC (Ubadari, CCUS, dan Compression) untuk eksplorasi gas. Ada juga proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) untuk pengembangan Migas offshore.

“Itu semua merupakan proyek-proyek raksasa milik pemerintah yang selaras dengan kompetensi Rekind,” ujar Hengky.

Dengan memperbaiki persoalan ekuitasnya, peluang Rekind menggarap proyek tersebut cukup besar. Apalagi, perusahaan-perusahaan EPC di dunia seperti Jepang, China dan Korea Selatan sudah tidak mau lagi masuk ke kilang dan energi Migas karena fokus ke proyek-proyek transisi energi.

Di bidang Transisi Energi, peluang Rekind juga tidak kalah besarnya. Saat ini perhatian pemerintah tertuju pada pengembangan proyek transisi energi terkait injeksi CO2, sebagai langkah percepatan.

Ini juga merupakan bentuk komitmen pemerintah Indonesia dari pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, di Bali, pada 15-16 November 2022.

Injeksi CO2, merupakan upaya pemerintah untuk mengambil kembali CO2 yang terbuang ke udara melalui pabrik-pabrik pemurnian gas, pabrik pupuk dan LNG (Liquefied Natural Gas). Gas yang terbuang itu diambil kembali, untuk kemudian dimasukkan lagi ke dalam perut bumi.

Selain sebagai produsen sawit, nikel, batu bara, minyak, dan gas bumi, Indonesia memiliki cadangan atau tempat penyimpanan CO2 terbesar se-Asia Tenggara, karena sejak dahulu Indonesia adalah produsen Migas.

Proses lifting Migas dari perut bumi selama bertahun-tahun akan menyebabkan munculnya rongga atau ruang kosong di perut bumi tersebut. Rongga-rongga ini bisa dimanfaatkan untuk tempat menyimpan CO2 tadi.

“Membangun dan mengembangkan industri di bidang tersebut, sangat dikuasai Rekind. Ini bukan sesuatu yang asing buat Rekind, karena memiliki latar belakang dan pengalaman teknik tersebut. Singapura, Malaysia bahkan China sekalipun tidak memiliki kemampuan ini,” kata Hengky.

Maka dari itu, sekalipun dihadapi masalah finansial, Hengky mengimbau kepada seluruh awak Rekind untuk tidak berkecil hati. Apalagi, melemahnya bisnis EPC, tidak hanya dihadapi anak perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero) tersebut.

Berdasarkan pantauan dirinya, banyak perusahaan EPC besar di dunia seperti dari Jepang, Italia, Korea, dan sebagainya, juga pernah ataupun tengah mengalami masalah finansial.

Sepengetahuan Hengky, situasi ini bisa terjadi karena bisnis di bidang EPC sangat riskan. Setiap perusahaan harus menjaga kualitas, harga dan waktu, belum lagi soal safety, yang berkaitan erat dengan kontrak-kontrak mengikat.

“Kebetulan kondisi komersial Rekind sedang mengalami kesulitan. Tapi kemampuan teknisnya, tidak perlu diragukan. Tantangan Rekind ke depan harus membereskan sisi komersialnya,” katanya.

Baca juga: Hexagon akui Rekind berperan strategis di Indonesia dan ASEAN

Baca juga: Anggota Komisi VI usulkan penyelamatan Rekind lewat jalur PMN

Baca juga: Rekind harus dilihat dari sisi aset strategi nasional

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023