Ngawi (ANTARA) - Pemerintah Provinsi  Jawa Timur menargetkan produksi padi di wilayahnya pada 2023 mencapai 10,5 juta ton gabah kering giling (GKG), meningkat dari produksi tahun 2022 mencapai  9,53 juta ton GKG.

Pemprov Jatim terus mendorong petani untuk meningkatkan produktivitas. Bahkan yang dilakukan petani di Ngawi sudah memenuhi produktivitas 7-8 ton per hektare.

"Itu bukan hal yang sulit di Ngawi. Hal ini diharapkan mampu memicu daerah lainnya di Jatim," ujar Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur Dydik Rudy Prasetya.

Hal tersebut disampaikan dalam kegiatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) BI Kediri secara hybrid di Desa Jatirejo, Kecamatan Kasreman, Ngawi, Rabu.

Menurut dia, saat ini rata-rata produktivitas padi petani di wilayah Jawa Timur masih sekitar 5,6 ton GKG per hektare.

Pihaknya menilai jika petani mampu meningkatkan produksinya 0,5 persen menjadi sekitar 6 ton per hektare, maka target produksi padi 10,5 juta di tahun 2023 bukan hal sulit untuk dicapai.

Pemprov Jatim terus berupaya untuk mendorong petani di wilayahnya meningkatkan produktivitas padi guna mendukung ketahanan pangan nasional.

Demi terus menjaga dan meningkatkan produktivitas padi dan beras Jatim, Dinas Pertanian dan KP mendorong penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) modern. Salah satu yang harus mulai diupayakan adalah pemanfaatan mesin "Combine Harvester".

Pemprov juga menyediakan akses permodalan melalui program Kukesra (Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat) melalui Bank UMKM Jatim.

Selanjutnya terkait pupuk, pihaknya menjelaskan dari 9 kategori pupuk tinggal 2 yang disubsidi.

"Untuk Urea, di Jatim masih 92 persen hampir mendekati 100 persen. Sedangkan NPK 58 persen. Untuk itu, petani didorong melakukan gerakan Biosaka guna mengurangi penggunaan pupuk an-organik," katanya.

Dydik menambahkan ketahanan pangan menjadi salah satu pendorong terjadinya inflasi secara umum, utamanya inflasi pangan. Di Jawa Timur, sektor pangan, perkebunan, serta peternakan telah menjadi penyumbang inflasi cukup besar yang kontribusinya mencapai sekitar 0,77 persen pada bulan terakhir.

"Melihat hal tersebut, saat ini kita sedang dihadapkan pada situasi riskan karena pergerakan harga komoditas pangan terutama beras sudah mencapai pada tatanan tidak wajar," katanya.

Terlebih, sebentar lagi masyarakat Indonesia akan memasuki momentum bulan puasa dan hari raya keagamaan.

Dalam masa itu, komoditas-komoditas pangan selain beras, seperti bawang merah, bawang putih, dan juga cabai rawit yang menjadi penyumbang inflasi sangat dibutuhkan.

Menyikapi itu, Pemprov Jatim bersama pihak terkait, seperti Bank Indonesia dan TPID di tingkat kabupaten/kota terus berupaya untuk menjaga keseimbangan harga komoditas, seperti gabah, beras, dan lainnya di tingkat petani serta pasaran tetap dalam batas wajar.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk hal tersebut, seperti operasi pasar, pasar murah, hingga Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) seperti yang digelar Kantor Perwakilan BI Kediri kali ini.

Dalam kesempatan itu, Pemprov Jatim sangat mendukung sinergi GNPIP terus dilakukan untuk mengoptimalkan langkah-langkah pengendalian inflasi di daerah baik dari sisi pasokan maupun produksi guna mendukung ketahanan pangan nasional, daya beli, serta pemulihan ekonomi nasional.


Baca juga: Tak berubah, Kementan targetkan hasil padi 54,5 juta ton di 2023

Baca juga: Mentan puas atas produksi padi di Karawang

 

Pewarta: Louis Rika Stevani
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023