"Partisipasi aktif masyarakat sangat membantu dalam mengubah perilaku masyarakat menjaga sanitasi lingkungan dengan tidak lagi buang air besar sembarangan, " ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Dinas Kesehatan Biak Numfor Ruslan Epid di Biak, Kamis.
Diakui Ruslan, perilaku buang air besar sembarangan BABS termasuk salah satu contoh perilaku yang tidak sehat sehingga perlu dirubah.
" BABS suatu tindakan membuang kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak-semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya dan dibiarkan menyebar mengkontaminasi lingkungan, tanah, udara dan air, " katanya.
Sampai saat ini, lanjut Ruslan, pihak Dinkes bersama Unicef masih melakukan pendampingan kepada kampung-kampung yang siap mewujudkan stop BABS.
Sementara itu, anggota tim air sanitasi Unicef Reza Hendrawan mengatakan, stop buang air besar sembarangan (STOP BABS) akan memberikan manfaat untuk menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, nyaman dan tidak berbau.
Selain itu, lanjut dia, tidak mencemari sumber air yang dapat dijadikan sebagai air baku air minum atau air untuk kegiatan sehari-hari lainnya seperti mandi, cuci, kakus.
"Dampak yang paling sering terjadi akibat buang air besar sembarangan ke sungai adalah terinfeksi bakteri Escherichia coli, yang bisa membuat orang terkena diare, " ujarnya.
Diakui Reza, bakteri Escherichia coli juga dapat mengakibatkan dehidrasi sehingga kondisi tubuh menurun dan rentan terkena penyakit lainnya.
Unicef sebagai pendamping, menurut Reza, melakukan advokasi kebijakan, penguatan kapasitas sumber daya manusia hingga membantu tenaga teknis kelembagaan untuk mewujudkan 100 persen stop buang air besar.
Persiapan Kabupaten Biak Numfor menuju 100 persen stop BABS akan dideklarasikan pada bulan Mei 2023.
Baca juga: Dinkes: 66 kampung di Jayapura bebas dari buang air besar sembarangan
Baca juga: UNICEF: Hanya satu kota di Aceh yang terbebas dari perilaku BABS
Baca juga: Kemenkes: Ubah perilaku BABS lindungi anak dari polio
Pewarta: Muhsidin
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023