Sehingga kualitas pembiayaan di Indonesia menjadi lebih baik karena calon debitur itu sudah teridentifikasi
Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengajak lembaga penilai kredit konvensional dan lembaga penilai kredit inovatif bersinergi guna memperluas informasi kinerja debitur sekaligus mendorong pembiayaan bagi sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

“Sehingga kualitas pembiayaan di Indonesia menjadi lebih baik karena calon debitur itu sudah teridentifikasi,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono di Nusa Dua, Bali, Kamis.

Dalam seminar internasional terkait sinergi lembaga penilaian kredit itu, Ogi menjelaskan layanan penilaian Indonesia disediakan oleh dua jenis entitas, yaitu Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) sebagai Biro Kredit Konvensional, dan penyedia Penilaian Kredit Inovatif (ICS).

Biro Kredit Konvensional menyediakan laporan dan penilaian kredit berdasarkan data kredit tradisional, seperti riwayat pembayaran pinjaman dan utang yang belum lunas.

OJK mencatat ada tiga LPIP yang berizin di tanah air yaitu PT Kredit Biro Indonesia Jaya, PT Pegindo Biro Kredit, dan PT CRIF Lembaga Informasi Keuangan.

Ada pun tujuan utama dari biro kredit itu adalah mengurangi risiko kredit dengan memberikan informasi yang lebih banyak kepada pemberi pinjaman tentang kelayakan peminjam.

Selain itu, Biro Kredit juga bermanfaat bagi peminjam dengan memungkinkan mereka membangun riwayat kredit dan meningkatkan penilaian kredit mereka dari waktu ke waktu.

Sementara itu, ICS merupakan bentuk penilaian yang lebih baru yang menggunakan sumber data alternatif untuk menilai kelayakan kredit.

Ada pun sumber baru penilaian kredit di antaranya aktivitas calon debitur di media sosial, transaksi daring dan penggunaan telepon seluler.

Selama ini, ICS disediakan oleh perusahaan teknologi keuangan (fintech) yang bertujuan untuk memberikan akses kredit kepada individu dan entitas bisnis yang mungkin tidak memiliki riwayat kredit tradisional atau akses kredit yang terbatas.

Adanya ICS membantu perkembangan fintech yang mempertemukan peminjam dan pemberi pinjaman atau peer to peer/P2P lending yang sampai Januari 2023, terdapat 102 fintech P2P lending yang berizin.

P2P lending itu menawarkan penyederhanaan proses pinjaman, terutama bagi mereka yang memiliki akses terbatas ke bank tradisional.

Dengan penerapan inovasi teknologi dan informasi, pencairan pinjaman dapat dilakukan dengan cepat dan mudah.

Selain fintech P2P lending, OJK juga mengelola dan mengatur keberadaan Inovasi Keuangan Digital (IKD) yang pada Januari 2023, tercatat ada 97 IKD di OJK dan diklasifikasikan ke dalam 15 kelompok model bisnis, termasuk ICS.

“Sehingga tahu berapa ratingnya itu untuk bisa diberikan pinjaman sehingga kualitas dari pembiayaan dan kredit akan lebih baik kualitasnya, mendorong produktivitas dan tingkat NPL (kredit bermasalah) dapat ditekan,” katanya.


Baca juga: Airlangga: KUR berkontribusi Rp600 triliun pada ekspansi kredit 2022
Baca juga: Dirut BRI sebut kredit mikro bunga nol persen tidak rugikan bank
Baca juga: OJK laporkan kredit perbankan tumbuh melambat pada Januari 2023


Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023