Jakarta (ANTARA) -
​​​​​Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) R. Ahmad Nurwakhid mengajak para mitra deradikalisasi untuk kembali menjunjung komitmen kebangsaan Indonesia.
 
“Apa itu komitmen kebangsaan? Pertama, berpedoman pada Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan UUD NRI 1945. Kedua adalah toleransi. Jangan merasa paling benar dalam beragama, harus menghormati sesama. Ketiga, mengakomodasi kebudayaan dan kearifan lokal. Terakhir, anti-kekerasan,” ujar Nurwakhid, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
 
Hal tersebut dia sampaikan dalam pembekalan wawasan kebangsaan dan moderasi beragama kepada 57 mantan narapidana terorisme atau mitra deradikalisasi bersama keluarganya dari wilayah Jawa Tengah di Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (15/3).
 
Lebih lanjut, Nurwakhid menyampaikan para penganut ideologi terorisme selama ini selalu bersikap anti-budaya dan kearifan lokal. Mereka selalu menganggap budaya dan kearifan lokal itu bid’ah atau sesuatu yang tidak pernah dicontohkan pada zaman Rasulullah SAW sehingga tidak boleh dilakukan.
 
Dengan demikian, ia mengingatkan penting bagi para mitra deradikalisasi yang sudah kembali ke masyarakat untuk kembali menjadi orang Indonesia yang memahami nilai-nilai luhur bangsa Indonesia berupa budaya dan kearifan lokal Nusantara.
 
Hal serupa, tambah Nurwakhid, juga terkait dengan Pancasila. Pancasila bukan merupakan agama dan tidak akan menggantikan agama, melainkan dirumuskan dengan pertimbangan perbedaan etnis serta agama yang ada di Indonesia tanpa melanggar perintah Tuhan.
 
“Perbedaan antara manusia adalah sunatullah, keragaman adalah sunatullah, barang siapa yang tidak menghargai perbedaan, dialah yang berada dalam kekafiran,” ujar dia.
 
Nurwakhid lalu mengajak para mitra deradikalisasi yang pernah mengalami peristiwa yang dianggap melanggar hukum di Indonesia, agar tidak berkecil hati dan patah semangat.
 
“Sebagai militan harus tetap semangat berjihad pada NKRI. Mitra deradikalisasi adalah bagian dari mujahid NKRI. Banyak yang bilang mitra deradikalisasi masih banyak yang ‘merah’. Tidak apa-apa. Tapi, harus ditambah ‘putih’, menjadi Merah Putih,” ujarnya.
 
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) M. Najih Arromadloni menambahkan meskipun deradikalisasi istilah yang baru dicetuskan dan dikenal bukan dari Islam, secara historis, akar sejarah deradikalisasi pertama muncul dilakukan oleh Ibnu Abbas di masa khalifah Ali bin Abi Thalib dalam menghadapi kelompok Khawarij.
 
“Mitra deradikalisasi saat ini harusnya memiliki beban untuk memperbaiki citra Islam di Indonesia. Deradikalisasi tidak menjauhkan dari Islam, namun memperkuat pemahaman tentang Islam dan mengembalikan Islam pada Islam yang sebenarnya,” ucap Najih.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023