Jakarta (ANTARA) - Indonesia kembali kehilangan salah seorang  musikus legendaris yang sudah mewarnai dunia musik di Tanah Air, yakni Nomo Koeswoyo.

Nomo Koeswoyo meninggal dunia pada Rabu malam pukul 19:30 WIB di Magelang, Jawa Tengah. Berita duka itu juga diunggah keponakannya, Sari Yok Koeswoyo.

Personel grup band Koes Bersaudara itu telah dimakamkan siang tadi di TPU Jeruk Purut, Jakarta Selatan. Sebelum dimakamkan, jenazah Nomo sempat dibawa ke rumah duka di daerah Lebak Bulus. Almarhum dikebumikan satu liang lahat bersama dengan mendiang istrinya, Fatimah Francis.

Nomo Koeswoyo meninggalkan dua putri dan seorang putra yakni Chicha Koeswoyo, Hellen Koeswoyo, dan Reza Wicaksono Koeswoyo.

Nomo Koeswoyo merupakan anak kelima dari sembilan bersaudara. Ia lahir di Tuban, Jawa Timur. Nomo merupakan adik dari Tonny Koeswoyo dan kakak dari Yon Koeswoyo dan Yok Koeswoyo. Keluarga mereka diketahui pindah ke Jakarta sekitar tahun 1952.

Pada tahun 1958, mereka membentuk grup yang diberi nama Koes Brothers dan memulai karier di industri musik. Kala itu, grup tersebut terdiri atas Jon Koeswoyo pada bas, Tonny Koeswoyo pada gitar, Nomo Koeswoyo pada drum, Yon Koeswoyo pada vokal, dan Yok Koeswoyo pada vokal.

Koes Brothers berhasil merekam album perdananya pada tahun 1962. Beberapa waktu kemudian, grup tersebut berganti nama menjadi Koes Bersaudara setelah sang kakak tertua yakni Jon Koeswoyo mengundurkan diri.


Sempat mundur 

Meskipun grup tersebut sempat meraih kesuksesan, Koes Bersaudara surut pada tahun 1968 hingga 1969. Nomo lalu mengundurkan diri dari Koes Bersaudara. Sebab, Nomo kala itu memilih merintis usaha sebagai pebisnis.

Setelah Nomo hengkang dari Koes Bersaudara, grup tersebut kembali berganti nama menjadi Koes Plus. Di titik inilah penggebuk drum Murry bergabung. Sementara grup musik tersebut tetap melanjutkan kariernya, Nomo juga sukses dalam dunia bisnis yang dia tekuni.

Selang beberapa waktu kemudian, Nomo kembali meneruskan karier di dunia musik. Kala itu, Nomo membentuk grup musik sendiri yang diberi nama No Koes. Grup yang didirikan oleh Nomo itu beranggotakan Usman pada rhythem, Sofiyan pada drum, Said pada bas, Bambang Arsianti pada lead gitar, dan Pompi Suradimansyah pada keyboard.

Setelah memulai karier dengan merilis lagu-lagu ciptaan Nomo dan kawan-kawan, grup tersebut akhirnya mencapai kesuksesan pada 1970an. Grup itu menghasilkan cukup banyak album dari berbagai jenis aliran musik seperti pop, dangdut, melayu, musik Jawa, dan lainnya.

Album-album yang telah dilahirkan oleh No Koes, antara lain, “Sok Tahu”, “Dicari”, “Permisi Numpang Lewat”, “Rindu”, “Hidup Ini Sementara”, “Remaja & Cinta”, Bermain Gondal Gandul (Pop Jawa), “Tergoda Asmara”, “Bebas”, “Penuh Misteri" (Pop Melayu), dan lain-lain.

Sayangnya, grup tersebut kemudian menghilang pada tahun 1980-an. Namun, No Koes sempat dihidupkan kembali oleh Nomo pada 1990-an. Hingga awal 2000-an, personel grup tersebut pun berubah-ubah.

 

Didukung sang ayah

Sang ayah Nomo, yakni Koeswoyo merupakan sosok besar di balik kemampuannya dalam bermusik. Di samping memberikan banyak sumbangan lagu untuk Koes Plus, sang ayah juga banyak memberikan lagu ciptaannya kepada Nomo untuk direkam di grup No Koes.

Kontribusi dan sentuhan Koeswoyo ini menjadikan ada nuansa kesamaan dalam musik Koes Plus dan No Koes dari lagu-lagu mereka. Umumnya, lagu ciptaan sang ayah bergenre pop dan keroncong.

Tak hanya sang ayah, di balik persaingan antara Koes Plus dan No Koes, sosok sang adik, yakni Yok Koeswoyo berperan besar bagi Nomo. Yok diketahui kerap memberikan sumbangan lagu ciptaannya kepada No Koes. Hal tersebut karena mereka berdua sangat dekat sehingga kerap berdiskusi masalah musik di luar band mereka masing-masing.

Lagu ciptaan Yok bisa didengarkan dalam album “No Koes in Hard Beat”. Dalam lagu tersebut, terdapat enam lagu dari Yok. Bukan hanya memberikan sumbangan lagu, Yok turut menjadi pengisi bas dan mengiringi beberapa lagu yang dibawakan Nomo dalam No Koes.


Orbitkan anak-anaknya

Dalam perjalanan bermusiknya, Nomo juga berhasil mengorbitkan putrinya yakni Chicha Koeswoyo sekitar tahun 1975. Kala itu, Chicha Koeswoyo menyanyikan lagu “Heli” yang disusul dengan karya lainnya seperti “Bersinar Matahari” dan “Pulang Sekolah”.

Tak hanya itu, Chicha juga mengeluarkan belasan album yang meraih kesuksesan di pasar lagu anak-anak pada waktu itu. Setelah Chicha sukses menjadi penyanyi cilik, Nomo pun kemudian mengorbitkan anak keduanya yakni Hellen.

Umumnya, lagu-lagu yang dibawakan oleh anak-anaknya merupakan ciptaan Nomo sendiri. Namun, Nomo juga melibatkan para personel  dari No Koes untuk menciptakan lagu dan menangani album Chicha dan Hellen.

Setelah Chicha dan Hellen, keponakannya, Sari dan putra bungsunya Reza Koeswoyo, juga dia tuntun menjadi penyanyi. Nomo mengorbitkan Reza pada tahun 1990 dengan single ciptaannya yakni “Batman”.

Kini Nomo Koeswoyo memang sudah berpulang, namun jejak karir bermusiknya ikut mewarnai sejarah dan perjalanan musik di Indonesia. Bahkan hingga usia tuanya, Nomo masih menunjukkan kecintaannya pada musik.

Nomo juga diakui sebagai sosok yang jeli membaca kebutuhan pasar. Itu dibuktikan dengan karier bermusik putrinya, terutama  Chicha Koeswoyo, yang sukses menjadi ikon penyanyi cilik pada masanya.

Kini, Nomo sudah berpulang. Namun, bangsa ini tetap mengenangnya sebagai seorang musikus hebat bersama saudara-saudaranya yang tergabung dalam Koes Plus. 

Lagu-lagu ciptaan mereka terasa abadi, tetap enak dinikmati hingga hari ini.












 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023