Tokyo/Seoul (ANTARA) - Pemimpin Korea Selatan dan Jepang berjanji membuka lembaran baru dan melupakan sejarah pahit masa lalu dalam pertemuan di Tokyo pada Kamis, dan siap bekerja sama menghadapi tantangan keamanan di kawasan.

Pertemuan tingkat tinggi antara Presiden Korsel Yoon Suk Yeol dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Tokyo menyoroti bagaimana dua sekutu terdekat Amerika Serikat itu menjadi semakin akrab akibat ancaman rudal Korea Utara dan dominasi China di pentas internasional.

Pertemuan itu menjadi kunjungan pertama Presiden Korsel ke Jepang dalam 12 tahun.

Situasi keamanan regional dan ancaman Korut menjadi semakin nyata hanya beberapa jam sebelum kedatangan Yoon, ketika Korut menembakkan rudal balistik antarbenua yang mendarat di laut antara Semenanjung Korea dan Jepang.

AS, yang juga punya kepentingan di kawasan, menyambut baik pertemuan itu dan menyebut bahwa Jepang dan Korsel adalah sekutu yang tidak bisa dipisahkan.

"Meningkatkan hubungan antara Seoul dan Tokyo akan membantu kami mengambil peluang trilateral dalam upaya mengedepankan prioritas regional dan internasional, termasuk visi kami bagi Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka," kata seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS.

"Kami menyambut baik Perdana Menteri Kishida dan Presiden Yoon dalam mengambil langkah positif ini," kata jubir tersebut.

Ketegangan hubungan Seoul-Tokyo, yang dipicu oleh sejarah pahit masa lalu dan sudah berlangsung lama, menghalangi upaya AS untuk menyatukan kekuatan guna menghadapi ancaman China dan Korut.

"Fakta bahwa Presiden Yoon berkunjung ke Jepang dan kedua negara mengadakan pertemuan bilateral, bukan pertemuan di sela forum internasional, bisa dianggap sebagai sebuah titik balik," kata Hideki Okuzono, pakar hubungan internasional dari Universitas Shizuoka.

Christopher Johnstone, mantan Direktur Asia Timur Dewan Keamanan Nasional di kantor Presiden Joe Biden dan sekarang bergabung dengan Center for Strategic and International Studies (CSIS) Washington, mengungkapkan keyakinannya bahwa bahwa terobosan itu akan bertahan lama karena kekhawatiran yang sama terhadap ancaman Korut.

"Baik Yoon maupun Kishida sama-sama baru menjabat dan ada kemungkinan akan semakin memantapkan landasan yang lebih kuat dalam menjalin hubungan bilateral. Yoon dan Kishida mempunyai terobosan yang bisa memberi mereka motivasi untuk terus mempertahankan hubungan tersebut," katanya.

Kedua negara juga sepakat untuk meningkatkan kunjungan bilateral dan memulai lagi dialog yang sempat macet sejak 2018.

Yoon juga menyatakan keinginannya untuk normalisasi secara penuh pakta berbagi informasi intelijen bernama GSOMIA, yang ditinggalkan oleh Seoul pada 2019.

Terobosan

Hubungan kedua negara sering tegang akibat sejarah kelam di masa perang, termasuk soal kompensasi yang dituntut oleh Korsel bagi para korban kerja paksa selama pendudukan Jepang (1910-1945), termasuk isu soal wanita dan gadis yang dipaksa menjadi pelayan seks tentara Jepang.

"Hari ini adalah hari baik untuk saling berbagi kepentingan, nilai dan tujuan," kata Duta Besar AS untuk Jepang Rahm Emanuel di akun Twitter miliknya.

Tanda-tanda adanya terobosan baru sudah terlihat sejak minggu lalu ketika Seoul mengumumkan rencana perusahaan-perusahaan Korsel untuk memberikan kompensasi kepada korban kerja paksa.

"Minggu ini Tokyo telah menyaksikan pohon ceri yang mekar lebih cepat dari biasanya," kata Kishida saat menjamu Yoon.

"Saya sangat gembira dengan kesempatan ini untuk memulai lembaran baru untuk melihat masa depan hubungan Jepang-Korea Selatan pada saat ini, ketika kita bisa merasakan kedatangan musim semi," kata Kishida.

Sementara itu, Yoon menegaskan bahwa peluncuran rudal Korut telah menjadi ancaman serius bagi keamanan dan stabilitas internasional.

"Pertemuan hari ini dengan PM Kishida mempunyai arti khusus bagi rakyat kedua negara untuk lebih memahami hubungan Korea Selatan-Jepang yang sudah melalui masa-masa sulit karena berbagai isu dan sekarang kita berada di sebuah titik awal yang baru," kata Yoon menimpali.

Jepang akan menghapus beberapa hambatan ekspor ke Korsel bagi komponen telepon pintar dan cip yang diterapkan pada 2019, sementara Korsel akan mencabut gugatan ke WTO.

Skeptisisme di Korsel

Namun, langkah Yoon tampaknya akan menghadapi skeptisisme di dalam negeri. Jajak pendapat oleh Gallup Korea pada Jumat menunjukkan sebanyak 64 persen responden mengatakan tidak perlu terburu-buru meningkatkan hubungan dengan Jepang jika tidak ada perubahan sikap dari Jepang.

Mereka berpendapat bahwa pemerintah Jepang tidak memperlihatkan penyesalan atas sejarah kolonial mereka di masa lalu.

Meski demikian, kerja sama ekonomi justru semakin meningkat. Data IMP menunjukkan bahwa pasar ekspor kedua pihak menempati peringkat empat terbesar pada 2021. Ekspor Jepang ke Korsel mencapai 52 miliar dolar AS (Rp799,7 triliun), sementara ekspor Korsel ke Jepang mencapai 30 miliar dolar AS (Rp461 triliun).

Asosiasi lobi bisnis terbesar Jepang, Keidanren, mengatakan mereka dan mitra mereka, Federasi Industri Korea, sepakat untuk meluncurkan yayasan yang bertujuan mengembangkan hubungan bilateral yang berorientasi masa depan.

Namun, sebagai pengingat dari ketegangan yang tidak kunjung usai itu, dua korban kerja paksa masa perang di Korsel mengajukan gugatan dan menuntut kompensasi dari Mitsubishi Heavy Industries Jepang, menurut perwakilan kedua korban itu, Kamis.

Park Hong-keun, tokoh oposisi utama Partai Demokrat Korsel, mengatakan bahwa Yoon harus menuntut permintaan maaf yang tulus dari Jepang soal kerja paksa dalam kunjungannya tersebut.

Sumber: Reuters

Baca juga: Pemimpin Jepang-Korsel tingkatkan hubungan, berjanji saling kunjung
Baca juga: Korsel: Kerja sama dengan Jepang penting untuk hadapi Korut


 

Penerjemah: Atman Ahdiat
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023