Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Diyah Puspitarini mengatakan Hari Down Syndrome Sedunia yang akan diperingati pada 21 Maret menjadi momentum introspeksi untuk dapat menciptakan dunia yang ramah dan inklusif.

Diyah saat dihubungi ANTARA, Sabtu, mengajak pemangku kepentingan dan masyarakat untuk melakukan upaya perbaikan dalam pemenuhan hak anak dengan down syndrome. Menurut dia, tidak ada kata terlambat untuk memperbaikinya.

Selain itu, dia juga mengajak untuk menghilangkan perspektif negatif terhadap anak down syndrome.

"Mari kita mulai mengubah pola pikir, kemudian mengubah perspektif negatif terhadap anak down syndrome. Justru kita balik, ya, kita sebagai manusia harus bersama menciptakan dunia yang ramah dan inklusif," kata Diyah.

Baca juga: Stimulasi kunci anak "down syndrome" berkembang dengan baik

Diyah mengatakan keyakinannya bahwa kehidupan anak dengan down syndrome akan berubah menjadi lebih baik lagi walaupun harus melalui perjuangan yang tidak mudah. Dia mengingatkan bahwa setiap manusia yang dilahirkan pada kondisi apapun selalu memiliki kelebihan sekalipun anak dengan down syndrome.

Oleh sebab itu, dia menekankan bahwa keluarga dan masyarakat harus membuka kesempatan dan ruang kepada anak dengan down syndrome untuk bertumbuh dan berkembang, setara dengan anak-anak lainnya.

Menurut Diyah, peringatan Hari Down Syndrome Sedunia juga seharusnya dapat menggugah masyarakat agar semakin memberikan ruang yang aman dan nyaman bagi anak-anak down syndrome mengingat mereka mempunyai hak yang sama dengan anak yang lainnya.

"Kalau masyarakat kita edukasinya sudah bagus dan mereka sudah paham, pastinya anak dengan down syndrome dianggap sama dengan yang lainnya. (Mereka) mendapatkan pendidikan, mendapatkan fasilitas kesehatan, mendapatkan hak sipil, kemudian kalau dia punya pendapat harus kita perhatikan. Nah, persoalannya di situ. Saya kira yang masih menjadi PR hari ini," kata Diyah.

Anak dengan down syndrome memiliki hak untuk mendapatkan pengasuhan yang baik dari orang tuanya, baik secara psikis seperti perhatian penuh dari orang tua serta secara fisik termasuk pemantauan terhadap pemenuhan gizi yang cukup sejak masih balita hingga kebutuhan vaksinasi.

"Orang tua yang tidak paham terhadap penanganan dan pengasuhan sehingga kadang pemenuhan kesehatan anak down syndrome ini kurang diperhatikan," kata Diyah.

Baca juga: Enam bagian tubuh yang rentan sakit bagi anak "down syndrome"

Dia mencontohkan ketika vaksinasi COVID-19, tidak banyak anak dengan down syndrome yang divaksin atau mendapatkan edukasi tentang vaksin COVID-19.

Sementara dalam konteks yang lebih luas, pemerintah juga perlu berperan untuk meningkatkan pemenuhan hak anak dengan down syndrome melalui akses pendidikan formal yang inklusif, pelayanan kesehatan, pelatihan keterampilan untuk mencapai kemandirian ekonomi, hingga pemenuhan hak-hak sipil mereka sebagai warga negara Indonesia.

Baca juga: Gucci Beauty gunakan model dengan down syndrome untuk Vogue Italia

Baca juga: Keluarga jadi kunci pendidikan karakter anak "down syndrome"

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023