JAKARTA (ANTARA) - Perilaku berbelanja masyarakat Indonesia yang cenderung berbondong-bondong dan memborong barang pada momen tertentu, menjadi pemicu hukum pasar berlaku. Harga komoditas barang akan melesat naik ketika permintaan tinggi yang berakibat barang menjadi langka. Kestabilan dan kewajaran harga pasar ditentukan, salah satunya oleh perilaku berbelanja warga, maka jangan menjadi langganan korban permainan harga.

Pakar ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, Imam Prayogo, membenarkan bahwa perilaku konsumen dalam berburu barang atau komoditas berpengaruh pada sentimen harga di pasaran.

Karenanya, mahasiswa program doktor pada Fakultas Ekonomi Undip itu menyarankan agar masyarakat bijak dalam berbelanja.

“Setelah memastikan barang yang akan dibeli merupakan kebutuhan (bukan keinginan), kemudian mempertimbangkan skala prioritas,” kata Igo, begitu sapaan akrabnya.

Membeli kebutuhan pokok, tidak perlu memburu diskon, sebab diskon pada dasarnya harga standar yang semula dinaikkan. Bahkan beberapa barang diskon hampir memasuki habis masa pakai.

Igo, yang merupakan ahli manajemen risiko, melihat fenomena berburu diskon masyarakat pada momen tertentu menjadi kemenangan kapitalis. Di mana seolah perputaran ekonomi tumbuh karena daya beli meningkat. Padahal, ada atau tidak adanya diskon, stok barang yang menjadi komoditas bahan pokok persediaannya tercukupi.

Hal ini karena, dalam memproduksi bahan pangan, ada fix cost dan variable cost. Produksi bahan pangan pastinya diproduksi setiap hari, sehingga persediaan akan bahan pangan selalu ada.

Maka, bila ada kelangkaan barang, pasti ulah distributor menimbun barang.

 

Musim belanja.

Sesaat lagi bulan suci Ramadhan akan tiba, biasanya warga Muslim akan berduyun-duyun ke pasar, baik tradisional maupun modern, untuk berbelanja berbagai keperluan bahan pangan. Momen Ramadhan dan Lebaran dan hari-hari besar keagamaan lain, bukanlah kejadian luar biasa yang datang tiba-tiba, melainkan momen rutin yang telah terjadwal pasti. Karenanya, masyarakat sudah bisa mempersiapkan jauh-jauh hari, tidak perlu tergopoh-gopoh belanja pada H-1 Puasa, apalagi untuk bahan pangan yang memiliki masa simpan cukup lama.

Belanja pada saat musim padat, tidaklah nyaman. Perjalanan menuju pasar atau pusat perbelanjaan menemui kemacetan lalu-lintas di mana-mana, kemudian di lokasi belanja berdesakan dengan ramai orang, juga kecenderungan harga yang tengah tinggi. Mengapa harga menjadi tinggi? Karena sebagian besar konsumen memburu komoditas barang yang sama. Untuk kategori sembilan bahan pokok (sembako) memang mau tidak mau harus dibeli, tapi di luar itu ada barang yang bersifat komplementer dan substitusi yang dapat disiasati.

Fanatisme warga terhadap jenis komoditas tertentu juga mempengaruhi pasokan dan harga. Semisal, ibu-ibu rumah tangga selalu berfokus membeli daging ayam dan daging sapi untuk lauk utama, hal itu membuat kedua komoditas itu selalu mengalami kenaikan harga cukup fantastis di waktu-waktu tertentu.

Padahal, bicara lauk-pauk dari protein hewani tidak hanya ayam dan daging sapi, melainkan ada banyak alternatif lain. Pada kategori unggas tersedia entok atau bebek, untuk daging terdapat daging kerbau atau kambing, sedangkan jenis ikan sangat berlimpah, baik ikan air tawar atau ikan laut, termasuk udang, cumi-cumi dan kawan-kawannya.

Siapa yang mewajibkan pada momen spesial harus menghidangkan menu opor ayam atau rendang daging sapi? Apakah harus, warga Muslim seantero daerah sajian Lebarannya seragam, opor ayam dan rendang? Yang membuat keduanya (ayam dan daging sapi) “besar kepala” karena diburu banyak orang.

Bila ingin membuat menu spesial, bermain dengan olahan ragam makanan laut juga menarik. Itu malah sejalan dengan gerakan makan ikan yang digalakkan pemerintah, sedangkan opor ayam bisa diganti dengan gulai entok, misalnya. Dendeng daging kerbau dapat menjadi alternatif pengganti rendang daging sapi, dan seterusnya.

Para ibu rumah tangga jangan fanatik dan mengharuskan memasak menu makanan sesuai tren pada umumnya. Berpikirlah bahan pangan substitusi dan alternatif, yang justru akan membuatnya berbeda dan terasa istimewa.

Ilustrasi keramaian di salah satu pusat perbelanjaan di Medan, Sumatera Utara. ANTARA FOTO/Yudi/Lmo/nym
Perilaku konsumen yang mudah panik turut mempengaruhi fluktuasi harga. Setiap menjelang hari-hari besar keagamaan, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan, Badan Urusan Logistik (Bulog), Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan para pemangku kepentingan lainnya, turun ke pasar-pasar untuk memantau ketersediaan bahan pangan dan kestabilan harganya.

Menjelang Ramadhan ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menjamin ketersediaan kebutuhan pokok.

“Ketersediaan pasokan bahan pokok terpantau cukup untuk memenuhi kebutuhan puasa dan Lebaran 2023,” kata Zulhas mengacu pada data dalam Neraca Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas).

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Aswata juga mengemukakan hal senada, saat memantau bahan pangan di pasar swalayan.

Ketersediaan seluruh pangan cukup untuk Ramadhan hingga Lebaran. Masyarakat tidak perlu khawatir, tidak perlu panic buying.

Bila harga pangan di pasaran mulai langka atau tidak terkendali, Bulog biasanya turun dengan program andalannya “Pasar Sembako Murah”.

Meski pemerintah selalu memberi informasi menyejukkan perihal ketersediaan dan harga pangan yang aman, namun biasanya masyarakat kurang mengindahkan dan tetap pada perilaku paniknya. Memang tidak bisa disalahkan sepenuhnya, sebab indahnya informasi pada pemberitaan terkadang tidak seindah kenyataan di pasar.

Misalnya ketika pemberitaan mengutip statement pemerintah tentang harga minyak goreng yang stabil dan dipatok harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000, namun kenyataan di pasar saat konsumen ngotot membeli dengan harga yang seperti di pemberitaan televisi, apa reaksi pedagang?

“Kalau mau harga segitu, ibu beli saja di tivi,” ujar abang pedagang, sinis.

Bijak dan cerdas dalam berbelanja tidak hanya berlaku dalam pemenuhan kebutuhan bahan pokok. Belanja produk fesyen pun demikian. Seperti berburu pakaian Lebaran tidak harus dilakukan pada bulan suci Ramadhan atau menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Busana Muslim dari yang produk massal hingga premium tersedia di pusat perbelanjaan dan berbagai toko atau butik sepanjang musim, sehingga bisa dibeli dan dipersiapkan kapan saja karena dapat disimpan dalam waktu lama.

 

Belanja cerdas.

Agar tidak menjadi korban permainan harga, warga masyarakat atau konsumen perlu bersiasat dalam perburuan memperoleh barang yang dibutuhkan. Berikut sejumlah langkah yang dapat dipertimbangkan.

Lakukan:

1. Timing atau pemilihan waktu belanja perlu diperhatikan. Pilihlah waktu berbelanja pada low season agar nyaman, tidak tertular kepanikan dalam hiruk-pikuk keramaian orang, sehingga dapat memilih barang dengan tenang dan teliti.

2. Barang substitusi, berpikir antimainstream dengan memilih barang-barang substitusi yang tidak banyak diburu orang. Dengan begitu tidak banyak pesaing untuk memperolehnya.

3. Incar barang sepi peminat. Dengan berbelanja di saat low season konsumen dapat leluasa melihat-lihat barang terlebih dulu sebelum memutuskan membeli. Dalam proses pencarian itu kadangkala bisa menemukan barang bagus, namun tidak dikerubuti orang karena luput dari perhatian mereka. Bila sedang beruntung, anda dapat memperoleh barang bagus dengan harga yang tidak mahal.

Hindari:

1. Tren. tidak perlu menjadi pengekor tren, tentukan dan ciptakan gaya hidup anda sendiri, agar tidak selalu kalang kabut dalam perburuan barang yang juga diperebutkan oleh jutaan orang lain.

2. Tertipu promo. Percayalah dalam dunia perniagaan hampir tidak ada yang tulus memberi diskon. Diskon hanyalah istilah penggoda untuk konsumen. Senyatanya, itu hanyalah trik pemasaran, biasanya harga barang diskon telah dinaikkan terlebih dulu lalu seolah-olah ada potongan harga, yang angka akhirnya adalah harga standar barang tersebut. Barang didiskon, biasanya untuk menghabiskan stok gudang karena telah mendekati masa kedaluwarsa. Atau bisa juga karena ada cacat produksi.

3. Beli barang dengan harga tak wajar. Bila harga suatu komoditas telah melambung tinggi melampaui batas kewajaran, maka tinggalkan. Jangan memaksakan membeli barang itu, sesekali beri pelajaran pada spekulan!

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023