Jakarta (ANTARA) - Organisasi nirlaba Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) menyebutkan biodiversitas harus menjadi prioritas dalam mitigasi perubahan iklim mengingat sektor energi masih jauh dari target terkait peningkatan energi terbarukan yang rendah emisi dan ramah lingkungan.

Juru Kampanye Kebijakan Biodiversitas AEER Angga Saputra mengatakan mitigasi perubahan iklim harus dilakukan agar keberlangsungan keanekaragaman hayati tetap terjaga.

"Konservasi keragaman hayati itu mempengaruhi ke seluruhnya karena dalam tata alam, keanekaragaman hayati menjadi variabel yang sangat penting terkait regenerasi hutan," ujarnya dalam diskusi merespons laporan terbaru IPCC AR 6 yang dipantau di Jakarta, Selasa.

Berdasarkan kajian Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim atau IPCC, rata-rata konsentrasi emisi gas karbon dioksida secara global di atmosfer selama 20 tahun terakhir naik mencapai 1 persen per tahun.

Adanya kenaikan konsentrasi gas rumah kaca secara kuat dan cepat membuat temperatur suhu bumi terus meningkat. Kenaikan suhu pada periode 2016 sampai 2035 dibandingkan dengan 1986 sampai 2005 berada pada kisaran 0,3 derajat Celcius sampai 0,7 derajat Celsius.

"Asumsi kenaikan suhu ini di luar dari aktivitas gunung berapi atau perubahan unsur alam, seperti metana dan dinitrogen monoksida ataupun akibat perubahan radiasi matahari," katanya.

Baca juga: Mitigasi perubahan iklim, BMKG resmikan tower gas rumah kaca

Menurut dia, kenaikan suhu akan terus terjadi seiring dengan penggunaan energi fosil, pembukaan lahan secara besar-besaran, dan aktivitas-aktivitas yang memerlukan energi besar seperti pertambangan.

Risiko kenaikan suhu yang mencapai 1 sampai 2 derajat Celcius akan berdampak terhadap keanekaragaman hayati dan ekonomi dunia.

Kehilangan keanekaragaman hayati secara besar-besaran dapat dihubungkan dengan kehilangan sumber daya dan jasa lingkungan, sehingga akan menambah kenaikan suhu yang bisa mencapai 3 derajat Celcius.

Kenaikan suhu awal sudah berdampak besar terhadap keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan yang memicu kerusakan tambahan akibat kehilangan keanekaragaman hayati.

"Oleh karena itu, mitigasi perubahan iklim harus dilakukan agar keberlangsungan keanekaragaman hayati tetap terjaga," katanya.

Laporan IPCC AR 6 mengungkapkan bahwa risiko terkait keanekaragaman hayati itu sangat tinggi berdasarkan kenaikan suhu.

Terdapat pula dampak lain terkait dengan kesehatan manusia dan cadangan makanan di mana itu juga berdampak kepada kehidupan manusia.

Baca juga: KLHK: Ekosistem karbon biru jadi upaya mitigasi perubahan iklim

Pengaruh perubahan iklim terhadap biodiversitas adalah meningkatkan laju kepunahan, mengganggu siklus migrasi yang berdampak pada sistem reproduksi, ketidakseimbangan ekosistem, dan penyusunan keragaman genetik.

"Pengaruh suhu tinggi itu akan berdampak terhadap keanekaragaman hayati khususnya spesies flora maupun fauna," kata Angga.

Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa sektor kehutanan punya peran yang sangat besar dalam memitigasi perubahan iklim, sehingga Indonesia harus meningkatkan kerja sama lintas pemerintah baik itu skala internasional maupun lokal.

Upaya perlindungan biodiversitas menjadi hal utama yang harus dilakukan dalam mitigasi perubahan iklim karena bisa menciptakan kualitas udara yang baik, ketersediaan sumber pakan dan pangan, ketersediaan air bersih, ketersediaan obat-obatan, ketersediaan keindahan alam, dan mengurangi bencana akibat perubahan iklim.

Peran konservasi keanekaragaman hayati dan restorasi lahan terestrial maupun perairan harus ditingkatkan sebagai langkah konkret dalam pengendalian iklim.

"Indonesia harus mengambil langkah yang sangat urgent melalui penguatan kebijakan dan meningkatkan upaya konservasi serta zero deforestasi," kata Angga.

Baca juga: Indonesia-Korea pertegas komitmen untuk memitigasi perubahan iklim

"Tidak boleh ada pembukaan lahan baru, kita mengeksplorasi apa yang sudah kita ekspansi, dan kalau bisa meminimalisir kalau ada ekspansi kita bisa melakukan penghijauan pada area terbuka, sehingga peran keanekaragaman hayati itu dapat maksimal untuk perubahan iklim," katanya.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023