Kalau 5 persen belum ya, di kuartal satu di kisaran 4,9 persen karena ada tantangan dari sisi inflasi, kemudian efek kenaikan suku bunga perbankan. Itu jelas jadi hambatan bagi pemulihan konsumsi rumah tangga
Jakarta (ANTARA) - Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal satu 2023 tidak mencapai lebih dari 5 persen sebagaimana beberapa kuartal sebelumnya.

“Kalau 5 persen belum ya, di kuartal satu di kisaran 4,9 persen karena ada tantangan dari sisi inflasi, kemudian efek kenaikan suku bunga perbankan. Itu jelas jadi hambatan bagi pemulihan konsumsi rumah tangga,” kata Bhima saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Menurut Bhima, pada tiga bulan pertama tahun ini kinerja sektor pariwisata mulai menurun pasca perayaan Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Selain itu, meningkatnya inflasi juga menjadi penghambat laju pertumbuhan ekonomi domestik.

“Nah, di kuartal satu juga industri manufaktur cenderung melandai pasca produksinya. Juga tidak ada event-event yang besar. Baru ada Ramadhan tapi kan Ramadhan ada di ujung kuartal satu. Jadi efeknya baru akan kerasa di kuartal II 2023 ini,” ujar Bhima.

Bhima memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan kuartal satu hingga mencapai 5,7 persen secara tahunan.

Selaras dengan Bhima, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia belum mampu mencapai 5 persen pada kuartal satu.

“Kita perlu lihat kondisi normalisasinya, kalau kita lihat-lihat data terkini dari indeks, mungkin masih sedikit di bawah 5 persen, mungkin sekitar 4,8 persen sampai 5 persen. Mungkin di kuartal dua yang ada momentum Ramadhan biasanya dapat mendorong peningkatan yang lebih tinggi khususnya dalam aspek konsumsi rumah tangga,” ujar Josua.

Sejauh ini, lanjut Josua, sektor yang memiliki potensi besar dalam pertumbuhan ekonomi kuartal pertama yaitu sektor industri manufaktur, industri nikel dan industri makanan dan minuman (mamin).

“Mungkin untuk pendorongnya masih di sektor manufaktur, tetapi tidak semua pengolahan akan tumbuh dengan baik. Mungkin yang masih akan tetap bertahan itu industri mamin, atau hilirisasi industri nikel. Ini yang masih cukup potensial. Lalu kita lihat industri lainnya akan semakin meningkat sebenarnya pada kuartal II, khususnya industri mamin karena memasuki bulan Ramadhan,” kata Josua.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia sepanjang 2022 lalu tumbuh sebesar 5,31 persen, lebih tinggi dibandingkan pencapaian 2021 yang hanya tumbuh sebesar 3,7 persen.

Secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2022 mencapai 5,01 persen, menurun dibandingkan kuartal II dan kuartal III yang masing-masing menyentuh level 5,44 persen dan 5,72 persen.

Baca juga: Ekonom: Konsumsi rumah tangga jadi penopang ekonomi di kuartal I-2023
Baca juga: Airlangga: Ekonomi Indonesia resilien di tengah ketidakpastian global
Baca juga: Wamenkeu ungkap lima sumber pertumbuhan ekonomi RI


Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Citro Atmoko
Copyright © ANTARA 2023