Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Amaliya mengungkapkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan lebih rendah dibanding rokok konvensional.

Amaliya, dalam siaran pers, Jumat, memaparkan  masalah prevalensi merokok di Indonesia dan dampaknya terhadap kesehatan, khususnya gigi dan mulut, mendorong adanya riset pengurangan bahaya tembakau yang memanfaatkan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik atau vape dan produk tembakau yang dipanaskan, yang ditujukan bagi perokok dewasa yang mengalami kesulitan untuk berhenti merokok. Riset tersebut mencakup uji laboratorium, survei, studi observasi, uji klinis, dan tinjauan sistematis.

"Dari hasil studi.. kami menyimpulkan terdapat perbedaan profil risiko vape dan produk tembakau yang dipanaskan dibandingkan dengan rokok konvensional, yaitu risiko dari kedua produk tembakau alternatif ini lebih rendah daripada rokok terhadap kesehatan," kata Amaliya.

Beberapa studi yang sudah dilakukan yakni adalah analisis kuantitatif kandungan e-liquid vape dan tembakau dari produk tembakau yang dipanaskan, studi cross-sectional, yang mengevaluasi hasil sampel dari para subjek penelitian, yaitu sel mikronukleasi dari swab bukal (buccal) perokok vs. pengguna vape, survei profil dan pola penggunaan vape, pemeriksaan gingivitis pada perokok vs, pengguna vape, dan tinjauan sistematis mengenai efektivitas dan profil keamanan produk tembakau alternatif.

Baca juga: Studi lanjutan produk tembakau alternatif penting terus dilakukan

Hasil studi juga menunjukkan produk tembakau alternatif memiliki peran potensial dalam membantu mengurangi kebiasaan merokok bagi perokok aktif yang sulit berhenti merokok dengan metode konvensional. Selain itu, studi lebih lanjut tersebut juga dijadikan sebagian acuan untuk evaluasi dampak dalam jangka panjang, keamanan, dan efektivitas produk tembakau alternatif untuk menyusun kebijakan pengurangan bahaya tembakau.

"Saat ini, kami sedang melanjutkan studi baru yakni SMILE Study yang mengevaluasi dampak penggunaan produk tembakau alternatif secara jangka panjang yang berkolaborasi dengan peneliti dari beberapa negara seperti Italia, Polandia, dan Moldova. Perkembangan riset pengurangan bahaya tembakau akan terus berlanjut ke depannya," kata Amaliya.

Riset pengurangan bahaya tembakau di Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara lain untuk melakukan riset yang serupa, termasuk Filipina, yang mulai tertarik untuk melakukan riset pengurangan bahaya tembakau di bidang kesehatan oral (gigi dan mulut) maupun bidang lainnya. Riset tersebut juga dapat membandingkan karakteristik perilaku merokok di Indonesia dan Filipina.

Salah satu peserta asal Indonesia yakni peneliti di Pusat Studi Kedokteran Gigi Militer Universitas Padjadjaran Yun Mukmin Akbar mengatakan acara itu dapat menjadi ajang untuk kerja sama dan kolaborasi riset antara Indonesia dan Filipina di bidang kedokteran gigi.

"Acara ini memberikan peluang bagi kami sebagai peneliti dan dokter gigi untuk aktif berdiskusi secara ilmiah dan melakukan berbagai penelitian yang dapat memberikan manfaat bagi khalayak umum," kata Yun Mukmin.

Edukasi bahaya merokok dan konsep pengurangan bahaya tembakau di kalangan militer dapat menjadi permulaan untuk melakukan kajian serupa di bidang kedokteran gigi militer.

"Riset pengurangan bahaya tembakau punya potensi yang besar terutama mengkaji perilaku merokok di kalangan militer yang menerapkan keilmuan di bidang kedokteran gigi militer melalui kerja sama dan kolaborasi riset dengan berbagai pihak," kata Yun Mukmin.

Baca juga: Risiko tembakau alternatif disebut lebih rendah dari rokok

Baca juga: Pakar berbagi tips puasa bugar dengan makan sehat hingga stop rokok

Baca juga: KemenPPPA: Keluarga perokok tingkatkan risiko anak jadi perokok muda

Baca juga: Vape lebih aman dibanding rokok konvensional?

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023