satu orang setiap 33 detik terkena TB
Jakarta (ANTARA) -
Tuberkulosis (TB) harus menjadi perhatian semua pihak mengingat Indonesia menjadi peringkat kedua penyakit jenis itu terbanyak di dunia, setelah China.
 
"Berdasarkan data, Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai jumlah kasus TB terbanyak setelah China, jumlahnya mencapai 969 ribu jiwa atau satu orang setiap 33 detik terkena TB," kata Dirut RSUP Persahabatan Prof DR. dr. Agus Dwi Susanto Sp.P(K) saat jumpa pers Hari Tuberkulosis Se-dunia, di RSUP Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat.
 
Oleh karena itu, TB harus menjadi perhatian bersama karena tak hanya memberikan dampak kesehatan, melainkan juga masalah sosial dan masalah ekonomi.
 
"Karena dari jaminan kesehatan nasional itu memberikan data bahwa pembiayaan untuk TB ini bebannya mencapai Rp5,2 triliun per tahun," kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) itu.
 
Terlebih, lanjut dia, angka penanganan TB di Indonesia masih jauh dari target 90 persen.

Baca juga: Polsek Jagakarsa kolaborasi ajak warga deteksi penyakit TBC lebih dini
 
"Dan yang memperberat di kita itu masih di bawah target (treatment coverage) yaitu di bawah 90 persen. Maka, kita harus sama-sama untuk berjuang untuk bisa mengeliminasi TB, menghilangkan TB dan rasanya itu kita bisa," kata Agus menegaskan.
Direktur Utama RSUP Persahabatan Prof DR. dr. Agus Dwi Susanto Sp.P(K) saat memberikan keterangan pers Hari Tuberkulosis Se-dunia di RSUP Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat (24/3/2023). ANTARA/Syaiful Hakim
 
Menurut dia, dalam mengeliminasi TB tidak hanya bisa mengandalkan pemerintah, rumah sakit, dan tenaga kesehatan semata, melainkan masyarakat dan media juga bisa memberikan peran edukasi kepada masyarakat tentang keberadaan penyakit yang dapat menular itu.
 
"Tuberkulosis ada di sekitar kita dan tidak 'pandang bulu' (masyarakat miskin/kaya). Penularannya bisa melalui tetesen kecil (droplet), percik batuk dan bersin. TB masih bisa diobati asalkan rajin minum obat dan tidak boleh putus karena akan menyebabkan TB-nya resisten," paparnya.
 
Dia pun mengingatkan kepada masyarakat untuk menjaga imunitas tubuh dengan makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup
 
"Vaksinasi BCG (bacillus calmette guérin) bagi anak-anak itu salah satu upaya untuk mencegah supaya tidak terkena TB yang berat," katanya. 

Baca juga: Pemkot Jaksel beri pengobatan gratis untuk pengidap TBC
 
Dia menambahkan, bila ada keluarga yang memiliki gejala batuk, berat badan turun dan demam untuk segera melakukan pemeriksaan ke dokter, sehingga penularan kasus TB bisa diantisipasi.
 
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menargetkan eliminasi TB pada 2030 dan Indonesia bebas TB pada 2050.

Tidak lapor
Sementara itu, dokter spesialis Paru-paru RSUP Persahabatan dr. Fathiyah Isbaniah mengungkapkan, tingginya kasus tersebut
karena banyak yang terdiagnosis terkena TB, namun tidak melaporkan kepada petugas kesehatan.
 
Kemudian, warga yang terdiagnosis terkena TB tidak mengobati penyakitnya itu.

Padahal, penyakitnya itu menularkan kepada masyarakat lain.

Baca juga: Jakarta Barat perkirakan periksa tuberkulosis warga selesai bulan ini
 
"Tentunya kasus Tuberkulosis ini segera ditemukan, dilaporkan dan segera diobati seperti itu. Kepadatan penduduk juga mempengaruhi tingginya kasus TB," jelas Fathiyah.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2023