Ambon (ANTARA) - Di tengah Kota Ambon, bangunan masjid megah di lahan seluas 5.000 meter persegi berdiri kokoh dan menjadi salah satu ikon kota itu, yakni Masjid Raya Al-Fatah.

Masjid Raya Al-Fatah, biasa disebut masjid Al Fatah oleh warga setempat, merupakan masjid terbesar di Maluku yang berada di Jalan Sultan Babullah, Kelurahan Honipopu, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Provinsi Maluku.

Masjid Raya Al-Fatah berada di antara Pelabuhan Yos Sudarso dengan Kota Ambon di belakangnya.

Di sebelah kanannya ada masjid Jami' yang konon merupakan cikal bakal dibangunnya masjid Raya Al-Fatah.

Lokasi masjid Al-Fatah yang berada dekat pesisir membuat masjid ini mudah dilihat dari sudut manapun di Pulau Ambon.

Kubahnya yang berwarna kuning keemasan menjadi identitas otentik masjid dan menjadi saksi bisu atas beragam peristiwa keagamaan di Kota Ambon di masa lalu.

Kompleks Masjid Al-Fatah dibangun dengan tiga akses masuk, dari sisi kanan, kiri, dan depan, dengan tujuan agar jamaah tidak berdesakan saat ingin beribadah.

Dari tampak depan, masjid Al-Fatah tampak sederhana, namun megah dengan satu kubah besar, di antara dua menara yang menjulang tinggi.

Dari menara itu kumandang adzan terdengar lantang di sekitarnya sebanyak lima kali sehari.

Di bawah kubah dan menara tersebut ada tujuh jalan masuk menuju masjid. Konon ketujuh jalan itu melambangkan tujuh pintu surga, menurut ajaran Islam.

Di belakang jalan itu juga terdapat tujuh pintu gerbang yang terbuat dari kayu kokoh berwarna emas dengan ukiran bunga berlafaz ucapan basmalah di bawah lafaz Allah dalam tulisan Arab.

Pada bagian teras ada 12 kotak amal yang diletakkan berjajar rapi untuk menggugah nikmat beramal dari para jamaah.

Masuk ke bagian dalam, Masjid Raya Al-Fatah tampak lapang dengan lantai keramik motif telur puyuh serta disanggah sebanyak 27 tiang beton yang dilapisi marmer.

Bagian dalam masjid terbesar dan termegah di Maluku, Masjid Al-Fatah, Ambon (Antara/DedyAzis)
Hal itu memudahkan para jamaah untuk beribadah serta meluangkan waktu untuk sekadar berwisata religi atau bahkan bersantai sembari menikmati keindahan interior masjid.

Keindahan juga terpancar dari bagian dalam kubah masjid Al-Fatah yang dikelilingi ayat-ayat suci Al Quran, dengan motif batik kotak-kotak di atasnya.

Dinding-dinding kubah sengaja dihiasi dengan keramik tembus pandang bermotif bunga-bunga. Selain untuk estetika, dinding kubah itu juga sebagai cahaya penerang alami di siang hari.

Tak sampai di situ, di sisi kiri masjid juga terdapat taman hijau berukuran 10 x 10 meter persegi dengan rerumputan hijau dan beberapa kursi taman yang dipasang permanen. Taman itu juga sekaligus menjadi pemisah antara shaf pria dan wanita pada masjid termegah di Maluku itu.

Taman di masjid terbesar dan termegah di Maluku, Masjid Al-Fatah, Ambon (Antara/DedyAzis)
Pada malam hari, Masjid Al-Fatah yang terletak di jalan utama Kota Ambon itu tampak cantik dihiasi terangnya cahaya lampu. Masjid itu sangat ramai saat Idul Fitri atau Idul Adha setiap tahunnya.

Hampir seluruh umat Islam di Kota Ambon melangsungkan ibadah shalat Id di masjid itu, bahkan, penuh hingga tumpah ruah ke jalanan sekitar masjid.

Bukan hanya soal kemegahannya, masjid itu juga memiliki sejarah panjang yang menarik. Pendirian Masjid Raya Al-Fatah di Ambon terorganisir sejak 1936 ketika dibentuk Yayasan Masjid Jami Ambon untuk menangani pembangunan Masjid Jami’ Ambon yang baru, menggantikan masjid lama, karena hancur dilanda banjir besar pada 1935.​​​

Kala itu Hamid bin Hamid, termasuk salah seorang pelopornya, dan masuk menjadi pengurus yayasan tersebut.

Sejak saat itu sampai pada waktu dibentuk panitia pembangunan Masjid Raya di Kota Ambon pada 1960 untuk menggantikan masjid jami’ yang sudah tua, rusak dan terasa sangat sempit saat itu, Hamid bin Hamid dipilih menjadi Ketuanya. Dia terus menerus melibatkan amalnya dalam kerja-kerja masjid dan Perguruan Islam.

Masjid Raya Al-Fatah Ambon, oleh mendiang Presiden Soekarno, ketika meletakkan batu pertama, pada 1 Mei 1963, bersamaan harinya dengan penyerahan daerah Irian Barat ke dalam pangkuan Republik Indonesia oleh Belanda.

Pasca-kemerdekaan 1945 umat Islam semakin berkembang di Ambon yang bekerja menjadi aparatur sipil negara (ASN) daerah Maluku dan para pedagang dari Jawa, Sumatera, Makasar, Buton, yang bekerja di Kota Ambon.

Dalam catatan literatur Islam di Ambon terdapat beberapa Masjid yang termashur sebagai pusat peradaban Islam di Ambon. Masjid An-Nur Batu Merah, Masjid Jami’ Ambon dan Masjid Negeri lama Laha.

Masjid terbesar dan termegah di Maluku, Masjid Al-Fatah, Ambon pada malam hari (Antara/DedyAzis)
Perdana Menteri Republik Indonesia saat itu Ir Djuanda Kartawidjaya adalah tokoh yang merintis berdirinya Masjid Raya Al-Fatah Ambon pada 1962 ketika dia berkunjung ke Ambon, berdialog bersama pemerintah daerah yang dipimpin Gubernur Maluku Mohammad Padang serta tokoh agama Mohammad Amin Ely, Hamid bin Hamid, Abdullah Solissa, dan Ahmad Syukur untuk mendirikan masjid raya yang lebih besar di Kota Ambon.

Setelah melalui usaha dan perjuangan gigih dari panitia, dengan Surat Keputusan tertanggal 10 Juli 1962 Nomor : 18/Peperda Maluku/7/1962, penguasa perang daerah menunjuk dan menetapkan luas areal tanah tempat pembangunan Masjid Raya Al-Fatah, kurang lebih satu hektare, berdampingan dengan areal Masjid Jami’ Ambon.

Pada 1968 diperbaharui lagi susunan pengurusnya dan dapat diperkuat dengan tenaga-tenaga yang lebih representatif dan produktif, mengingat volume kerja mulai mendominasi lapangan kegiatan panitia.

Kemudian 1975 Masjid Raya Al-Fatah Ambon, selesai dibangun atas kerja keras panitia pembangunan masjid, dalam menyelesaikan anggaran pembangunannya sebesar Rp20 miliar.

Saat ini kompleks masjid Al Fatah tak hanya digunakan untuk ibadah saja. Di dalamnya ada Taman Pendidikan Quran, gedung sekolah dasar, SMP, SMA, rumah sakit, bahkan memiliki stasiun radio sendiri untuk menyebarkan dakwah-dakwah islami di bumi raja-raja itu.

Di Bulan Ramadhan, seperti saat ini, Masjid Al-Fatah tampak lebih ramai dari biasanya seiring dengan tumbuhnya iman pada jamaah yang datang.

"Saya istirahat sebentar sekaligus Shalat Ashar di sini, selain udaranya sejuk, bisa sambil membaca Al Quran," ujar seorang warga, Hamdi Wally.

Bahkan, selama Bulan Suci Ramadhan, di sekeliling masjid itu biasa dipakai untuk berjualan takjil hingga perlengkapan shalat.

Mereka memajang dagangannya menggunakan rak kayu sederhana di bawah tenda berukuran 2x2 meter persegi atau menggunakan mobil bak terbuka yang disulap menjadi tenant dadakan.

Menurut Ketua Yayasan Masjid Al-Fatah Hadi Basalamah, pihaknya ingin masjid yang menjadi ikon Maluku itu bisa menjadi tempat kemajuan ekonomi, religi, dan budaya bagi umat Islam di Kota Ambon.

Pada Ramadhan 1444 Hijriah, pihaknya menghadirkan Dr Buya Arrazy Hasyim, ulama tasawuf, guna menyemarakkan Bulan Suci Ramadhan di kota itu.

Buya Arrazy Hasyim adalah mubaligh dan ulama Indonesia yang merupakan pendiri dan pengasuh Ribath Nouraniyah Hasyimiyah.

Kehadiran Buya Arrazy Hasyim tersebut merupakan satu dari rangkaian semarak Ramadhan di kompleks Masjid Al-Fatah.

Selain ceramah dari Buya Arrazy Hasyim, yayasan masjid itu juga menggelar acara tahunan, seperti buka puasa bersama gratis, kajian sebelum tarawih, dan iktikaf pada 10 malam terakhir di Bulan Ramadhan.

Karena keindahan arsitekturnya, selain menjadi tempat ibadah, Masjid Al-Fatah juga menjadi salah satu tujuan wisata religi untuk menikmati keelokan dan kemegahan bangunannya.

Keberadaan masjid memang bukan sekedar sebagai rumah ibadah secara mahdah. Bahkan, sejak zaman Nabi Muhammad Saw, masjid sudah difungsikan sebagai tempat berkegiatan positif bagi Muslim, mulai dari pendidikan, kebudayaan, hingga perekonomian umat.

​​​​​​​

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023