Manila (ANTARA) - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr pada Selasa menyatakan negaranya akan memutus hubungan dengan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) setelah gagalnya upaya banding demi menghentikan penyelidikan terhadap operasi penumpasan narkoba pendahulunya, Rodrigo Duterte.

Ribuan rakyat Filipina, yang sebagian besar adalah pengedar dan pengguna narkoba rendahan, dibunuh polisi dalam operasi penumpasan narkoba di bawah kepemimpinan Duterte. Sebagian besar korban ditembak mati secara misterius.

ICC kemudian menggelar penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran yang disuarakan kelompok pembela hak asasi manusia dan korban-korban eksekusi sistematis dan upaya menutup-nutupi yang dilakukan pihak kepolisian, yang menyatakan hanya membunuh untuk membela diri.

"Hal tersebut mengakhiri keikutsertaan kita dalam ICC ... kali ini, kita pada dasarnya telah mengakhiri semua bentuk kontak maupun komunikasi," kata Marcos, menanggapi pertanyaan terkait banding tersebut, yang pekan lalu ditolak ICC.

Ia menegaskan Filipina tidak bisa lagi bekerja sama dengan ICC yang jurisdiksinya meragukan dan karena apa yang ia sebut sebagai adanya upaya intervensi dan serangan terhadap kedaulatan negara.

ICC adalah pengadilan tertinggi yang dapat menjalankan kewenangannya apabila suatu negara menolak menyelidiki sebuah kejahatan. Filipina menyatakan bahwa institusinya sendiri mampu mengadili kejahatan yang terjadi.

Sebelumnya, Duterte secara sepihak menarik Filipina dari traktat pembentukan ICC pada 2018 menyusul kecaman internasional terhadap pihaknya. Perjanjian tersebut menyatakan ICC dapat menyelidiki kejahatan yang terjadi di negara anggotanya.

Pengadilan internasional tersebut pada Januari memberi izin kepada jaksa penuntutnya untuk membuka kembali penyelidikan atas pembunuhan yang terjadi dalam operasi penumpasan narkoba di Filipina.

Penyelidikan tersebut ditangguhkan pada November 2021 atas permintaan Manila yang menyatakan sedang melakukan penyelidikannya sendiri.

Sementara itu, Duterte berkali-kali menegaskan bahwa ia tidak pernah memberi instruksi membunuh tersangka kecuali dalam kondisi harus membela diri. Ia juga menyatakan bersedia diadili atas pelanggaran dalam operasi pimpinannya, selama dilakukan oleh pengadilan Filipina.

Putri Rodrigo Duterte, Sara Duterte, kini menjabat sebagai Wakil Presiden Filipina yang mendampingi Presiden Marcos.

Sumber: Reuters
Baca juga: Duterte tak akan minta maaf atas kematian dalam perang antinarkoba
Baca juga: Duterte tak akan bekerja dengan ICC tentang penyelidikan pembunuhan
Baca juga: ICC : Ada 'dasar logis' kejahatan manusia dalam perang narkoba Duterte

 

Penerjemah: Nabil Ihsan
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023