Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mendukung Badan Perfilman Indonesia (BPI) dalam pembuatan rekomendasi lanjutan berdasarkan analisis badan tersebut beserta pelaku perfilman lainnya guna mendukung kemajuan perfilman nasional.

Pada Kamis, BPI telah menyerahkan buku "Wajah Perfilman Indonesia" secara simbolis kepada pemerintah yang diwakili Kemenparekraf dan Kemendikbudristek. Buku tersebut berisi rangkuman dan rekomendasi kepada pengambil kebijakan yang disusun dari hasil konferensi Hari Film Nasional pada 6-11 Maret 2023.

"Kami juga mendukung BPI untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya yang diperlukan untuk membuat rekomendasi rencana tindak lanjut untuk kemajuan perfilman Indonesia," kata Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kemenparekraf Neil El Himam dalam acara "Sarasehan Wajah Film Nasional" di Jakarta, Kamis.

Neil mengatakan buku tersebut merupakan satu langkah awal untuk membangkitkan kembali perfilman Indonesia. Kemenparekraf juga optimis perfilman Indonesia akan bangkit dan bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri bahkan bisa mulai merambah ke pasar internasional.

Dia mengingatkan bahwa selain UU tentang Perfilman dan UU tentang Pemajuan Kebudayaan, bidang perfilman juga sudah masuk dalam UU Ekonomi Kreatif. Mengingat hal ini, Kemenparekraf berharap film tidak hanya menjadi produk budaya melainkan juga menjadi produk ekonomi kreatif.

Menurut Neil, pihaknya juga mendukung BPI serta insan perfilman secara umum yang ingin mengajukan usulan penggantian UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Salah satu yang menjadi permasalahan mengingat aspek ekonomi film tidak menjadi prioritas dalam peraturan tersebut.

"Itu semua yang tahu sekali adalah teman-teman di insan perfilman terkait dengan peraturan yang ada. Jadi kalau dirasa peraturannya kurang, belum ada fokus ekonominya, prioritasnya masih terlalu di bawah mungkin terus mau dinaikkan, ya, kami terima sebagai pemerintah," kata dia.

Neil mengingatkan bahwa film, produk budaya yang memiliki kekayaan intelektual, termasuk dalam subsektor yang mampu menghasilkan nilai ekonomi. Selain itu, subsektor ini memberikan kontribusi pendapatan yang cukup besar dengan  penyerapan tenaga kerja yang banyak walaupun masih menempati posisi di bawah dibanding subsektor ekonomi kreatif lainnya.

"Yang jelas kita ada kuliner, gede banget di Indonesia. Fesyen gede juga. Kraft juga gede. Kalau film mungkin di middle, ya," kata Neil.

Sebelumnya, dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum BPI Gunawan Paggaru mengatakan pihaknya mendorong penggantian UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman karena dinilai kurang harmonis dengan peraturan-peraturan lain yang ada.

Koordinator Bidang Perekonomian Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kemenkumham Reza Fikri Febriansyah, pada Sabtu (11/3), juga menilai bahwa UU induk perfilman yang dikeluarkan pada 2009 sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Selain itu, aspek ekonomi film juga masih minim diatur dalam UU tersebut.


Baca juga: Ari Irham bangga perfilman Indonesia semakin tumbuh

Baca juga: Jokowi: Film nasional melangkah maju sesuai kehendak zaman

Baca juga: Catatan HFN 2023: Wajah perfilman nasional kini dan masa depan

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2023