Jakarta (ANTARA) - Pekerja migran Indonesia (PMI) boleh merasa lega karena pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 4 tahun 2023 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia pada tanggal 22 Februari 2023 sebagai revisi atas Permenaker 18 tahun 2018.

Permenaker baru ini memberikan perlindungan jaminan sosial bagi pekerja migran Indonesia (PMI) yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Banyak kebijakan baru yang dibuat terkait benefit yang diberikan kepada PMI tanpa disertai adanya kenaikan iuran.

Dalam UU Nomor 18 tahun 2017, Perlindungan PMI menjadi kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah daerah mulai sebelum bekerja, selama dan setelah bekerja.

PMI mendapat perlindungan jaminan sosial yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Aturan lebih lanjut terkait perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan diatur melalui Permenaker.

PMI sebagai pahlawan devisa yang turut serta berperan dalam membangun ekonomi desa, faktanya masih ada PMI yang bernasib kurang mujur mengalami penyiksaan, pemerkosaan dan PHK sepihak. Berbagai macam risiko tersebut kini dijamin oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Meskipun perlindungan jaminan sosial PMI ini bersifat wajib, masih banyak CPMI/PMI yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Padahal pendaftaran sangat mudah hanya dengan syarat dokumen KTP/paspor dan perjanjian kerja. Penyebab belum terdaftar antara lain dikarenakan status PMI tidak memiliki dokumen/undocumented.

Di dalam permenaker baru nomor 4 tahun 2023, terdapat beberapa manfaat baru program JKK seperti penempatan kerja tidak sesuai dengan perjanjian kerja, bantuan uang jika mengalami pemerkosaan, bantuan uang PHK sepihak, dan bantuan biaya perawatan akibat kecelakaan kerja di negara tujuan penempatan. Di samping itu juga ada layanan homecare, penggantian kaca mata dan alat bantu dengar akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Bantuan uang dengan kondisi PMI tiba di negara tujuan, namun penempatannya tidak sesuai dengan kontrak kerja dan PMI tidak bersedia, maka akan mendapatkan Rp25 juta dan transportasi kembali ke Indonesia maksimum Rp15 juta. CPMI/PMI yang terbukti mengalami pemerkosaan akan mendapat bantuan uang sebesar Rp50 juta.

Ketika PMI mengalami PHK sepihak oleh pemberi kerja bukan karena kesalahan PMI maka akan mendapatkan bantuan uang sejumlah Rp1,5 juta.

Secara normatif PMI mendapatkan pelindungan asuransi kecelakaan kerja/jaminan sosial selama di negara penempatan. Namun, jika terjadi risiko kecelakaan kerja yang melebihi batas limit asuransinya, berdasar Permenaker baru akan mendapatkan penggantian selisih biaya yang tidak ditanggung sebesar maksimal Rp50 juta.

Sama halnya dengan pelindungan JKK pekerja di Indonesia, jika PMI mengalami kecelakaan kerja dan berdasarkan pemeriksaan dokter dapat diberikan layanan homecare, PMI akan mendapatkan benefit layanan homecare di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan maksimal Rp20 juta.

Di samping manfaat baru tersebut, terdapat juga kenaikan manfaat dibandingkan dengan manfaat yang diberikan permenaker lama nomor 18 tahun 2018. Apa saja manfaat yang naik? Kenaikan beasiswa bagi anak PMI yang meninggal ataupun cacat total tetap, kenaikan biaya transportasi, bantuan uang jika gagal berangkat, gagal ditempatkan dan biaya pemulangan pesawat.

Iuran JKK dan JKM dibayarkan secara sekaligus untuk masa pelindungan sebelum bekerja, selama di negara penempatan dan setelah bekerja. Iuran selama di negara penempatan berdasarkan masa kontrak kerja.

Jika Permenaker sebelumnya mengatur perlindungan selama di negara penempatan 24 bulan. Permenaker baru memberikan fleksibilitas masa iur mulai dari paket 6 bulan, 12 bulan dan 24 bulan.

Pelindungan yang dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan meliputi program Jaminan kecelakaan kerja (JKK), Program Jaminan Kematian (JKM) dan Program Jaminan Hari tua (JHT).

Program JKK dan JKM bersifat wajib, untuk Program JHT masih bersifat sukarela atau opsional. Padahal JHT sejatinya memberikan jaminan bagi PMI untuk persiapan hari tua ketika tidak lagi bekerja.

JHT sebagai bantalan hari tua ketika kondisi fisik sudah tidak mampu lagi bekerja, diharapkan mampu meringankan beban pemerintah terhadap upaya menurunkan kemiskinan pada penduduk usia lanjut.

Sebagaimana dikutip dari https://news.detik.com/kolom/d-6021260/bonus-demografi-penduduk-menua-dan-kemiskinan-lansia, menjadi tua di Indonesia berarti memasuki tahapan kehidupan yang penuh dengan risiko (Kidd et al., 2018). Lansia merupakan kelompok paling rentan dalam kesejahteraan sosial.

Pada umumnya PMI mempunyai kemampuan finansial yang cukup baik, seyogyanya program JHT dapat menjadi mandatory bagi PMI, sebagai bekal tabungan di hari tua anti.

Berbeda dengan program jaminan sosial ketenagakerjaan, Program Jaminan Kesehatan belum ada aturan petunjuk pelaksanaannya.

Padahal, program ini sangat penting ketika terjadi risiko sakit. Walaupun PMI pada umumnya telah mendapatkan asuransi kesehatan di negara penempatan, namun jika melewati batas plafon akan menjadi beban bagi PMI. Pengaturan terkait jaminan kesehatan memerlukan dukungan kebijakan dari Kementerian yang menangani di bidang kesehatan.

Pemerintah tentunya berupaya melakukan pembaharuan perlindungan untuk PMI, Agar tidak terjadi diskriminasi perlindungan jaminan sosial antara PMI dan pekerja di Indonesia. Sehingga ketika terjadi risiko sakit, memasuki usia pensiun dan berhentinya penghasilan, PMI akan mendapatkan perlindungan dasar melalui perlindungan program jaminan kesehatan, program jaminan hari tua atau jaminan pensiun.

Melalui Permenaker baru ini diharapkan dapat memberikan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan kepada seluruh CPMI dan PMI serta meningkatkan awareness PMI akan kewajiban mengikuti program jaminan sosial. Bekerja keras di perantauan negeri seberang dengan bebas dari cemas.

*) Woro Ariyandini adalah Asisten Deputi Bidang Kebijakan Program JKK-JKM BPJS Ketenagakerjaan

Copyright © ANTARA 2023