Denpasar (ANTARA) - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Bali Made Ariandi menyebut belum terlambat dalam mengatasi turis nakal yang berusaha atau bekerja secara ilegal di Pulau Dewata yang berdampak pada pengusaha lokal.

"Tidak ada kata terlambat. Keyakinan, kesungguhan, kebersamaan, kolaborasi seluruh stakeholder yang ada kita kerjakan dengan baik. Tidak menyesal karena telat, ini dampak dari promosi saja," katanya di Denpasar, Sabtu.

Dari penanganan Pemprov Bali yang membentuk satgas pariwisata menurut dia sudah terlihat hasilnya, namun diperlukan keberlanjutan agar turis yang datang memahami aturan yang ada.

Kadin Bali sendiri melihat fenomena turis nakal yang datang untuk berwisata, namun berujung membuka usaha secara ilegal sudah terlihat sejak terjadi peningkatan wisman usai pandemi, ditambah adanya kebijakan visa on arrival dan visa second home.

"Jadi mereka merasa enak lho tinggal di Indonesia, bisa hidup murah. Takutnya masyarakat dunia yang jadi turis di sini merasa tinggal di sini. Kalau tinggal kan dia nanti berusaha dan bekerja," tutur Ariandi.

Baca juga: Sandi: Wisman pelanggar hukum dideportasi hingga dilarang masuk

Baca juga: Penertiban "turis nakal" diharapkan tak pengaruhi kunjungan wisatawan


Maka dari itu menurutnya penindakan tetap penting agar turis dapat membedakan maksud pemerintah, terutama soal kepemilikan uang Rp2 miliar jika ingin memiliki visa second home.

"Sebetulnya kita dengan Rp2 miliar bukan untuk investasi. Itu memastikan dia tinggal 2-3 tahun tanpa kelaparan. Kalau dia tidak pegang uang, dia tidak akan kelaparan dan tidak mengambil porsi pekerjaan orang lain, orang lokal," jelasnya.

Kadin Bali mengaku tegas mendukung Pemprov Bali agar turis yang datang merupakan wisatawan berkualitas, di mana mereka menyadari bahwa kehadirannya untuk berwisata bukan bertindak layaknya warga lokal.

Baca juga: Luhut: Bali tidak butuh turis nakal karena hanya akan merusak

"Dia (turis) harus membedakan. Walaupun bisa dua tahun di sini itu yang dimaksud pemerintah. Bukan selama dua tahun dengan uang Rp200 juta uang nya habis lalu jadi ojek, guru senam, yoga, diving, dan semuanya. Banyak sekali mereka beli sepeda motor bekas karena tidak diperlukan KTP untuk membeli, itu yang diambil dan itu tidak boleh," tegas Ariandi.

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023